
SEMARANG — Kasus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang dioplos dengan Pertalite menggemparkan Indonesia. Angka korupsi di kasus ini tak main-main, Rp 193,7 triliun. Namun, tak hanya BBM saga yang dioplos, praktik oplos mengoplos juga biasa dilakukan di minuman keras (miras) yang berdampak pada kematian peminumnya.
Kasus teranyar di Bogor Tengah, Kota Bogor. Empat orang tewas saat menenggak miras oplosan pada 7 Februari 2025. Selain itu, ada delapan warga Cianjur yang juga tewas usai menenggak miras dengan kadar alkohol 96 persen.
Dokter spesialis kesehatan jiwa, dr. Teddy Hidayat, Sp. KJ(K), superti dinukil dari situs Kemenkes RS Hasan Sadikin dalam acara master class penatalaksanaan terkini keracunan miras menyampaikan, di Indonesia 3,3 persen orang yang usianya lebih dari 10 tahun yang meminum alkohol atau kurang lebih 6,17 juta orang, berdasarkan jenisnya 3,3 persen atau 203.610 orang menggunakan oplosan. Miras oplosan juga lebih murah daripada miras yang harus membayar pajak.
Di dalam miras oplosan biasanya mengandung etanol dan methanol (CH3 OH). “Sebenarnya methanolnya sendiri tidak berbahaya, tetapi bila masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi formic acid yang menyebabkan osidosis. Keadaan asidosis tersebut itulah yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kecacatan seperti kebutaan sampai kematian,” ucap dr. Teddy.
Penyebab tingginya angka kematian karena miras oplosan karena beberapa hal:
- Jumlah metanol dalam miras ilegal cukup tinggi.
- Waktu respon terlalu lama. Ada waktu yang lama yaitu sejak mulai minum miras oplosan sampai timbul gejala (12 – 24 jam), sehingga korban sering terlambat mendapatkan pertolongan; bila datang ke pusat layanan kesehatan umumnya sudah dalam keadaan penurunan kesadaran dan mempunyai prognosa yang buruk.
- Para profesional kesehatan kurang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk kasus keracunan metanol. Penegakan diagnosa keracunan miras oplosan sulit karena keluhan gejala yang ditampilkan bervariasi dan dapat meniru gangguan lain, sehingga pengetahuan dan kemampuan tenaga kesehatan perlu terus ditingkatkan.
- Fasilitas berupa alat diagnostik dan pilihan terapi di fasilitas kesehatan terbatas.
- Kurangnya kesadaran untuk kasus keracunan metanol (Miras oplosan). Perlu adanya perhatian yang besar untuk memberantas peredaran miras oplosan ini oleh seluruh pihak, baik pihak yang berwajib maupun masyarakat di tingkat bawah.
Keracunan metanol dapat menyebabkan efek fatal jika tidak ditangani dengan cepat, sehingga pengobatan awal adalah kunci keberhasilan perawatan untuk mencegah kematian atau cacat. Karena itu kami harus mendidik ahli kesehatan kami dalam mendiagnosis, merawat, dan memantau korban.
Miras oplosan dapat menjadi silent killer bagi masyarakat yang kurang faham terhadap dampak buruk dari minuman ini, untuk menurunkan angka kematian akibat miras oplosan ini, dibutuhkan keadaran serta kemauan seluruh lapisan masyarakat dalam mengedukasi dan menghindari peredaran miras oplosan.
Teddy mengatakan, menenggak minuman keras oplosan dapat menyebabkan kerusakan mungsi syaraf secara irreversibel atau tidak bisa dikembalikan seperti semula. "Artinya, misal dia sudah minum oplosan, buta, maka akan buta permanen selama hidup. Kalau dia kenanya di otak, yah tidak akan berfungsi salah satu syaraf di otak. Kalau keracunannya lebih hebat, yah meninggal," ujar Teddy.
Menurut Teddy, biasanya alkohol yang terkandung dalam minuman keras berjenis etanol. Etanol ini biasa digunakan dalam campuran minuman beralkohol murni. Namun ia menduga miras oplosan di Cicalengka mengandung alkohol jenis metanol.
Kata Teddy, metanol ini lah yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi syaraf apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh manusia. "Nah yang kemarin dicampur itu dengan segala macam, dan mungkin menggunakan alkohol yang murah biasanya memunculkan metanol. Dan metanol itu, apabila masuk di konsumsi ke dalam tubuh maka akan menimbulkan keracunan," kata dia.
Teddy menjelaskan, nekatnya masyarakat menenggak minuman keras oplosan didasarkan pada beberapa faktor yang ia sebut sebagai `Perilaku Beresiko`. Perilaku berisiko ini sebetulnya sudah diketahui masyarakat bahwa meminum miras oplosan tentu sangat berbahaya bagi kesehatannya.
Namun karena perilaku berisiko ini, mereka seolah menginginkan sebuah pengakuan atau mencari sensasi atas dirinya, tanpa memedulikan nyawa.Menurutnya, masalah miras oplosan bukanlah barang baru namun sudah ada sejak dulu dan sama-sama menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
Ia menyoroti kasus miras oplosan ini akan baru menjadi perhatian serius para pemangku kebijakan setelah muncul korban. "Cuman memang kita tak pernah pernah berupaya belajar dari peristiwa tadi untuk mencegahnya saya pikir," kata dia.
Untuk memutus rantai itu, ia menyarankan agar mengubah cara pandang masyarakat akan perilaku beresiko ini. Setelah teredukasi, maka langkah selanjutnya dengan melakukan penertiban terhadap penjual miras tanpa izin di samping pengawasan ketat dari aparat setempat.
"Jadi yang melatarbelakangi kenapa dia meminum ini yang harus ditanggulangi, penyebabnya ini yang harus ditanggulangi. Bukan akibat dari perilaku berisiko sudah minum baru ditanggulangi minumnya, yah terlambat," kata dia.
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di KURUSETRA dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
