Home > Hikmah

Khamr Haram dalam Islam, Apakah Alkohol Termasuk Barang Najis? Ini Pendapat Muhammadiyah

Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram.
Status alkohol adalah minuman haram dalam Islam.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Status khamr termasuk minuman keras yang mengandung alkohol sebagai minuman haram dalam Islam sudah tidak dipertantangkan. Namun, perbedaan pendapat muncul ketika membahas apakah alkohol itu najis maknawi (abstrak) atau najis lidzatihi (zat yang secara fisik tidak suci). Bagaimana Muhammadiyah memandang hal ini?

Secara etimologi, istilah alkohol berasal dari bahasa Arab al-kuhl atau al-kuhul yang berarti saripati. Dalam bahasa Inggris, istilah ini disebut alcohol, merujuk pada cairan tidak berwarna yang mudah menguap dan terbakar.

Alkohol sering digunakan dalam industri, pengobatan, parfum, dan menjadi bahan dasar dalam minuman memabukkan. Proses pembuatannya dapat melalui fermentasi, destilasi, atau metode industri, melibatkan bahan seperti melase, gula tebu, atau sari buah.

Dalam Alquran, larangan khamr ditegaskan secara eksplisit. QS. Al-Baqarah ayat 219 menyatakan: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’”

Sementara itu, QS. Al-Maidah ayat 90-91 mengategorikan khamr sebagai rijs (najis) dan menegaskan dampaknya dalam kehidupan sosial: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”

Ayat-ayat tersebut menyoroti yang dianggap najis bukanlah zat fisik khamr, melainkan perilaku meminumnya yang menyebabkan mabuk. Mabuk, dalam pandangan Islam, merusak akal sehat, memicu permusuhan, dan menghalangi seseorang dari ibadah. Rasulullah SAW pun bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram.” (HR. Bukhari).

Lantas, bagaimana dengan alkohol?

Dinukil dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Kenajisan Alkohol”, dalam Majalah Suara Muhammadiyah, No. 23, 2013, Muhammadiyah berpendapat alkohol berbeda dari khamr karena tidak semua alkohol digunakan sebagai minuman memabukkan. Alkohol memiliki manfaat luas dalam pengobatan, parfum, dan industri. Karena itu, ‘illat (alasan hukum) keharaman alkohol terletak pada efek memabukkannya, bukan pada zatnya. Alkohol tidak otomatis menjadi haram jika digunakan dalam hal yang bermanfaat dan tidak dikonsumsi secara memabukkan.

Dalam kaidah fikih, terdapat prinsip: “Setiap yang najis itu haram, tetapi tidak semua yang haram itu najis.”

Hal ini dipertegas dalam rubrik Fatwa Agama Majalah Suara Muhammadiyah edisi No. 13 tahun 2005. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa QS. Al-Maidah ayat 90 tidak menyatakan zat khamr sebagai najis secara fisik, melainkan mengategorikan perilaku minumnya sebagai najis maknawi. Sama halnya dengan berhala yang dianggap najis karena perbuatan menyembahnya, bukan karena zat batu yang menjadi bahannya.

Karenanya, Muhammadiyah memandang alkohol sebagai najis maknawi, bukan lidzatihi. Zat alkohol itu sendiri tidak dianggap najis, namun perbuatan meminum atau menggunakan alkohol dengan cara yang memabukkan menjadikannya haram.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image