Home > Sejarah

Ternyata Ratusan Umat Yahudi Hidup di Indonesia Sejak Zaman Belanda, Beribadah di Rumah Setan

Karena pandai berbahasa Arab, ratusan orang Yahudi yang hidup di Indonesia sering dikira warga pribumi sebagai keturunan Arab.

Gedung Bappenas dulunya dipercaya sebagai tempat ritual peribadatan Freemason.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA -- Dengan judul Sahabat Akrab, foto Reuters yang dimuat sejumlah harian ibu kota pada 2006 memperlihatkan Menlu AS Condoleeza Rice berjabatan tangan dengan PM Israel Ehud Omert di Jerusalem. Keduanya tertawa-tawa, seolah-olah puas karena pasukan Israel berhasil melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat Lebanon dan Palestina — kebanyakan di antaranya wanita dan anak-anak.

Israel yang mendapat dukungan AS juga mempergunakan senjata-sernjata pemusnah massal yang dinyatakan terlarang oleh konvensi Jenewa. Amerika Serikat yang kini terus membela Israel, menolak gencatan senjata dan menghendaki penyerbuan sekutunya itu ke Lebanon tanpa menghiraukan berapa pun korban jiwa.

Baca Juga: Soekarno Kutuk Amerika dan Boikot Israel: Go To Hell!

Pakar hukum dari sebuah universitas ternama di AS tidak menyebutkan serangan Israel itu sebagai kejahatan perang. Itulah sikap negara imperialis yang mengklaim kampiun hak azasi manusia (HAM).

HAM memang milik mereka, bukan milik kita. Sementara PBB tidak berdaya melihat kekejamaan di luar perikemanusiaan itu.

Bung Karno pernah menyatakan PBB nyata-nyata menguntungkan Israel dan merugikan negara-negara Arab. Pernyataan itu dikemukakan saat Indonesia keluar dari organisasi dunia tersebut.

Baca Juga: Di Akhir Zaman, Surah Al Kahfi Jadi Penyelamat Umat Islam dari Fitnah Dajjal

Konon, warga Yahudi sudah sejak kolonial Belanda banyak berdiam di Indonesia, khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Risjwijk (Jl Veteran) — dua kawasan etlie di Batavia kala itu — seperti Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company.

Mereka hanya sejumlah kecil dari pengusaha Yahudi yang pernah meraih sukses. Mereka adalah pedagang-pedagang tangguh yang menjual berlian, emas dan intan, perak, jam tangan, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya.

Baca Juga: Gara-Gara Belanda Bangun Gedung-Gedung di Batavia tanpa Toilet, Tinja Manusia Pun Dibuang ke Ciliwung

Sejumlah manula yang diwawancarai menyatakan, pada tahun 1930-an dan 1940-an jumlah warga Yahudi di Jakarta banyak. Jumlahnya bisa mencapai ratusan orang.

Karena mereka pandai berbahasa Arab, mereka sering dikira keturunan Arab. Sedangkan Abdullah Alatas (saat saya wawancarai berusia 75 tahun) mengatakan, keturunan Yahudi di Indonesia kala itu banyak yang datang dari negara Arab. Maklum kala itu Zionis Israel yang merampas tanah Palestina belum terbentuk. Seperti keluarga Musri dan Meyer yang datang dari Irak.

Baca Juga: Di Aceh Ada Masjid Bersejarah yang Didirikan Ulama Asal Mekkah Sejak Abad 17, Pernah Dibakar PKI Tahun 1965

Umat Yahudi Rutin Beribadat di Gedung Bappenas

Di masa kolonial, warga Yahudi ada yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan. Termasuk Gubernur Jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942).

Sedangkan Ali Shatrie (87) menyatakan kaum Yahudi di Indonesia memiliki persatuan yang kuat. Setiap Sabat (hari suci umat Yahudi), mereka berkumpul bersama di Mangga Besar, yang kala itu merupakan tempat pertemuannya.

Baca Juga: Demi Uang Perjaka Batavia Tergoda Janda-Janda Pejabat Belanda, Orang China Sewa PSK di Mangga Dua

Menurut majalah Sabili, dulu Surabaya merupakan kota yang menjadi basis komunitas Yahudi, lengkap dengan sinagognya yang hingga kini masih berdiri. Sedangkan menurut Ali Shatrie, mereka umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku warga negara kincir angin.

Abdullah Alatas mengalami saat-saat hari Sabat di mana warga Yahudi sambil bernyanyi membaca kitab Talmut dan Zabur, dua kitab suci mereka.

Pada 1957, ketika hubungan antara RI-Belanda putus akibat kasus Irian Barat (Papua), tidak diketahui apakah seluruh warga Yahudi meninggalkan Indonesia. Konon, mereka masih terdapat di Indonesia meski jumlahnya tidak lagi seperti dulu.

Baca Juga: Fenomena Dukun Palsu dan Ritual Pemanggilan Arwah di Rumah Setan Anggota Freemason

Yang pasti dalam catatan sejarah Yahudi dan jaringan gerakannya, mereka sudah lama menancapkan kukunya di Indonesia. Bahkan gerakan mereka disinyalir telah mempengaruhi sebagian tokoh pendiri negeri ini. Sebuah upaya menaklukkan bangsa Muslim terbesar di dunia (Sabili, 9/2-2006).

Dalam buku Jejak Freemason & Zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Freemason melakukan peribadatan dan pertemuan. Gedung Bappenas di kawasan elite Menteng, dulunya bernama Gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedungnya, terpampang jelas ketika itu.

Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah syetan. Disebut rumah setan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin dan syetan, menurut data-data yang dikumpulkan penulisnya Herry Nurdi.

Baca Juga: Ritual Freemason dan Umat Yahudi di Rumah Setan Batavia

Freemasonry atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda masuk ke Indonesia dengan beragam cara. Terutama lewat lembaga masyarakat dan pendidikan. Pada mulanya gerakan itu menggunakan kedok persaudaraan kemanusiaan, tidak membedakan agama dan ras, warna kulit dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat.

Dalam buku tersebut disebutkan, meski pada tahun 1961, dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, Presiden Soekarno melakukan pelarangan terhadap gerakan Freemasonry di Indonesia. Namun, pengaruh Zionis tidak pernah surut. Hubungan gelap ‘teman tapi mesra’ antara tokoh-tokoh bangsa dengan Israel masih terus berlangsung.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image