Home > Sejarah

Sultan Agung, Raja Jawa yang tak Tunduk kepada Penjajah

Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat yang lebih tinggi

Sultan Agung, Raja Mataram yang tak tunduk kepada penjajah.

KURUSETRA, Salam Sedulur -- Kerajaan Mataram Islam berada di puncak kejayaan saat dipimpin Sultan Agung. Raja Jawa tersebut dikenal tak tunduk kepada penjajah dari negeri Eropa: Belanda.

Sultan Agung adalah raja dari Kerajaan Mataram yang berkuasa pada tahun 1613-1646. Ia memiliki ambisi besar untuk mempersatukan Pulau Jawa sehingga untuk memenuhi keinginan kuatnya tersebut dia mulai menaklukan wilayah sekitar kerajaan hingga ke daerah yang lebih jauh.

Tak hanya di wilayah tengah Jawa saja, gerakan ekspansi Mataram juga hingga ke tanah Pasundan. Bahkan dia berambisi menaklukkan Batavia yang saat itu dikuasai VOC dan mencoba menaklukkan Banten. Dua kekuatan itu belum bisa ditaklukkan hingga Sultan Agung lengser.

Dari dua kekuatan tersebut, hadirnya VOC yang saat itu sebagai penguasa di Batavia menjadi kendala terbesar bagi Sultan Agung. Bahkan dari dua kali penyerbuan, Pasukan Mataram tak bisa menembus Benteng Batavia.

BACA JUGA: Gagal Jebol Benteng Batavia, Keturunan Bangsawan Kerajaan Mataram yang Dikirim Sultan Agung Malah Menetap dan Bangun Masjid di Tanah Abang

Pada 1628 dan 1629, Pasukan Mataram yang menyerbu Batavia gagal total setelah semangat juang pasukan Mataram turun drastis lantaran kehabisan bahan makanan. Salah satu lumbung pangan di Tegal dan Cirebon dihancurkan dan dibakar kompeni, sehingga pasukan Mataram kelaparan hingga banyak yang meninggal dunia.

Saat itu banyak prajurit Mataram meninggalkan medan perang untuk mencari makanan ke hutan-hutan. Keadaan ini diperparah dengan ditolaknya permintaan bantuan bahan makanan kepada Banten. Kekurangan bahan makanan yang tidak bisa diatasi tersebut, membuat Sultan Agung terpaksa menarik mundur pasukan Mataram dari medan perang.

Kisah Raja Jawa yang tak Takut Belanda

Nama asli Sultan Agung Hanyokrokusumo yang lahir pada 1593  dan wafat pada 1645) adalah Raden Mas Jatmika. Dia dikenal dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati.

Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun dan dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada 1627, tepatnya setelah empat belas tahun Sultan Agung memimpin kerajaan Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Agung daerah pesisir seperti Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan.

Di bawah pemerintahannya, wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat yang lebih tinggi.

BACA JUGA: Amangkurat I Raja Kerajaan Mataram Islam Serahkan Semarang ke VOC Sebagai Imbalan Bantu Pemberontakan Trunojoyo

Sebagai seorang raja, Sultan Agung memiliki berbagai keahlian. Mulai dari bidang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya,yang menjadikan peradaban kerajaan Mataram pada tingkat yang lebih tinggi.

Sultan Agung  merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran melakukan perlawanan dengan Belanda yang kala itu hadir lewat kongsi dagang VOC (Vereenigde Ooos Indische Compagnie). Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629.

Sultan Agung melakukan perlawanan karena dia menyadari kehadiran VOC di Batavia dapat membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa. Saat itu kekuasaan Mataram Islam meliputi hampir seluruh Jawa dari Pasuruan sampai Cirebon.

Sementara saat itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia. Selain itu, kehadiran VOC akan menghambat penyebaran agama Islam di Jawa yang dilakukan Sultan Agung.

Sultan Agung memiliki prinsip untuk tidak penah bersedia berkompromi dengan VOC maupun penjajah lainnya. Namun serangan Mataram Islam terhadap VOC yang berkedudukan di Batavia mengalami kegagalan disebabkan tentara VOC membakar lumbung persediaan makanan pasukan kerajaan Mataram Islam.

Tak hanya di bidang politik dan militer, Sultan Agung juga mencurahkan perhatiannya pada bidang ekonomi dan kebudayaan. Upaya yang dilakukan Sultan Agung antara lain memindahkan penduduk Jawa Tengah ke Karawang, Jawa Barat, di mana terdapat sawah dan ladang yang luas dan subur.

BACA JUGA: Sejarah Jagakarsa, Ternyata dari Nama Pangeran Kesultanan Mataram Keturunan Raden Fattah

Sultan Agung juga meneruskan pendahulunya untuk meletakan dasar perkembangan Mataram Islam dengan memberikan pengajaran dan pendidikan kepada rakyat Mataram Islam. Karena itu, pada masa pemerintahannya, dia menempatkan ulama dengan kedudukan terhormat, yaitu sebagai pejabat anggota Dewan Parampara (Penasihat tinggi kerajaan).

Dalam struktur pemerintahan kerajaan, dia mendirikan Lembaga Mahkamah Agama Islam, dan gelar raja-raja di Mataram Islam meliputi raja Pandita. Artinya di samping sebagai penguasa, raja juga sebagai kepala pemerintahan dan kepala agama (Islam).

Sultan Agung juga berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam. Misalnya grebeg disesuaikan dengan Hari Raya Idul Fitri dan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang saat ini dikenal sebagai garebeg Puasa dan Grebeg Maulud. Penanggalan tahun saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing juga ditulis Sultan Agung Sultan menjadi sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

BACA JUGA: Asal Usul Gado-Gado, Makanan Perang Prajurit Mataram di Batavia yang Bikin Mesut Ozil Jatuh Cinta

Di bidang kebudayaan, Sultan Agung mengubah perhitungan peredaran matahari ke perhitungan peredaran bulan. Berkat semua yang dilakukannya dalam memajukan agama dan kebudayaan Islam, Sultan Agung pun mendapatkan gelar Susuhunan (Sunan) yang selama ini diberikan kepada Wali.

Di lingkungan keraton Mataram Islam, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Kebijakan ini diharapkan dapat terciptanya rasa persatuan di antara penghuni istana.

Ketika dia merasa ajalnya sudah dekat, menjelang 1645 Sultan Agung membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram. Dia menjadi yang pertama.

BACA JUGA: Kerajaan Banten Harus Dihancurkan atau VOC yang akan Lenyap

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

× Image