Mengapa 22 Juni 1527 Ditetapkan Jadi Hari Kelahiran Jakarta?
Di masa Sudiro dan kemudian dilanjutkan dengan para gubernur sesudahnya boleh dibilang HUT Jakarta tidak dirayakan semarak seperti sekarang. Berlalu hampir tanpa upacara-upacara. Paling-paling para pejabat DKI melakukan ziarah ke makam Pangeran Jayakarta di Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur.
Baru pada masa gubernur Ali Sadikin HUT DKI diperingati secara meriah. Untuk menyambutnya diselanggarakan Jakarta Fair di silang Monas, tempat Pasar Gambir di masa kolonial Belanda.
BACA JUGA: Batavia Bau Busuk, Jenazah Orang-Orang Belanda Penuhi Kali Krukut
HUT Jakarta dibuat meriah dengan diramaikan pesta kembang api dan malam muda-mudi semalam suntuk dari Monas hingga depan Hotel Indonesia. Ratusan ribu rakyat memenuhi jalan tersebut, sementara Bang Ali dengan pakaian Betawi muncul dan menyalami rakyat dari jembatan penyeberangan di depan Sarinah.
Budayawan Betawi, Ridwan Saidi menjadi salah satu pihak yang menolak penentuan 22 Juni 1527 sebagai hari jadi Jakarta. Ridwan Saidi menyatakan siap untuk debat pendapat mengenai hal ini.
BACA JUGA: Di Mana Titik Nol Kilometer Batavia?
”UUD saja bisa diubah, apalagi penentuan HUT DKI,” katanya. Ridwan menyalahkan banyak sejarawan kita yang mengutip sejarahwan Belanda.
Ia juga menolak pendapat yang menyebutkan serangan Falatehan ke Sunda Kelapa sebagai perang agama untuk memerangi kaum kafir karena penguasa Pakuan Pajajaran memeluk agama kafir. Ridwan memaparkan, ketika Falatehan menyerang Sunda Kelapa, agama Islam telah berkembang pesat di bandar pelabuhan ini dan daerah sekitarnya.
Bahkan Ridwan Saidi menilai, penaklukan Sunda Kelapa didorong oleh motivasi ekonomi. ”Kelak terbukti di dalam 92 tahun kekuasaan Cirebon/Banten Surosowan (Fatahillah, Tubagus Angke, Ahmad Jaketra) atas pelabuhan Kalapa tidak membawa pengaruh atas penyebaran Islam. Karena mereka memang tidak menyebarkan Islam, melainkan berdagang saja,” tulis Ridwan dalam Babad Tanah Betawi.
BACA JUGA: Politikus India Hina Nabi Muhammad, Islam Indonesia dari Gujarat, dan Warga India Hijrah ke Batavia
Namun LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi) sekitar belasan tahun lalu pernah berencana untuk mendirikan patung Falatehan di pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan. Semacam patung Liberty di pelabuhan New York.
Bahkan suatu tim kala itu sudah berangkat ke Amerika Serikat dalam upaya mewujudkannya yang hingga kini tidak kesampaian. Ketika Falatehan menaklukkan Portugal di teluk Jakarta, penduduknya sudah beragama Islam. Karena awal masuknya pengaruh Islam secara berencana di Nusa Kelapa dimulai dengan berdirinya pesantren Quro di Tanjung Pura, Karawang.