Papua Selalu Dipandang Sebagai Objek Kekuasaan dan Kebudayaan
Terlepas dari itu, perlukah otonomi khusus bagi masyarakat Papua? Gugus Tugas Papua (GTP) Universitas Gajah Mada (UGM) Ari Ruhiyanto menyebut kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) serba dilematis. Ari memuji pendekatan kultural Muhammadiyah yang telah dilakukan sejak lama, termasuk memberi banyak ruang bagi orang Papua untuk berbicara.
Papua sendiri menjadi Provinsi setelah mengalami pemekaran dari Provinsi Maluku pada 1956. Pada perkembangannya, pemekaran Papua menjadi tiga wilayah pada 1999 gagal karena hanya dua provinsi saja yang lahir yakni Papua dan Papua Barat. Kini, justru muncul ide pemekaran Papua berdasarkan 7 wilayah adat, yakni 5 di Papua Barat, dan 2 di Papua Barat.
BACA JUGA: Nabi Muhammad Itu NU Apa Muhammadiyah?
Meski Otsus dianggap penting bagi pertumbuhan aspek demokrasi dan gender hingga 30 tahun ke depan, sejak wacana Otsus dilambungkan, terjadi kenaikan angka kekerasan yang menyebabkan kematian di antara warga, aparat dan KKB.
Data GTP UGM per 3 September 2021 mencatat jumlah kasus naik perlahan sejak 2016 dari 11 orang menjadi 19 orang pada 2017, naik drastis pada 2019 sebanyak 20 kasus dan kian naik pada 2020 dengan 65 kasus dan 70 kasus untuk 2021 yang belum genap satu tahun.
BACA JUGA: Ruhut Sitompul Dinilai Rasis Usai Posting Foto Meme Anies Pakai Baju Adat Papua