Jakarta Sebelum Jadi Kota Metropolitan adalah Sawah dan Perkebunan

Pasar Minggu. Wilayah Pasar Minggu dulu ditetapkan sebagai sentra penghasil buah. Foto: IST.
Pasar Minggu. Wilayah Pasar Minggu dulu ditetapkan sebagai sentra penghasil buah. Foto: IST.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Pada medio 1950-an sebagian kota Jakarta masih merupakan daerah pertanian dan ladang buah-buahan. Padi dihasilkan dari sawah-sawah yang terhampar luas di bagian barat Cengkareng, yang kini jadi bandar udara internasional.

Di bagian timur Klender, dan bagian utara Tanjung Priok, juga terdapat persawahan cukup luas. Tapi, lebih penting dari itu produksi buah-buahan; durian, jeruk, mangga, jambu, duku, salak, dan berbagai jenis lainnya, dihasilkan dari Pasar Minggu, Condet, Pejaten, Kemang, dan Mampang Prapatan.

BACA JUGA: Jadwal Imsak dan Buka Puasa Ramadhan 1443 H/ 2022 M

Untuk menjaga mutu buah-buahan yang kala itu juga banyak dikirim ke luar daerah, Pemda DKI membuat Kebon Percobaan di Pasar Minggu. Sementara itu di sepanjang pantai utara Jakarta terdapat ratusan hektar empang penghasil utama ikan bandeng, jenis ikan paling bergengsi di kalangan warga keturunan Tionghoa.

Kala itu, pada malam cap go meh (malam ke-15 pada tahun baru Imlek), seorang perjaka yang datang wakuncar ke rumah kekasihnya, diharuskan membawa ikan bandeng. Cilaka dua belas bila calon menantu tidak membawa bandeng ke rumah mertoku (mertua) pada malam itu.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai tidak Bisa Bikin Karya Sastra karena Belum Pernah Disakiti Wanita


Tidak heran kalau Encim Liem sangat gusar pada si Akong, calon menantunya yang bertandang ke rumahnya tanpa bawa bandeng. ”Apa-apaan tuh lu pu punye pacar. Bikin malu gue ame tetangga, datang kagak bawa bandeng,” Encim Liem menghardik putrinya.

Pada 1950-an, ribuan empang ikan air tawar terdapat di bagian selatan Jakarta. Sementara para nelayan dengan bergairah, beroperasi dengan perahu layar dan motor tanpa takut disaingi nelayan asing di Teluk Jakarta. Sedangkan di Mampang Prapatan, Buncit, Kuningan, dan Kemang, terdapat ribuan warga Betawi menggantungkan hidup dari beternak sapi.

BACA JUGA: Sujiwo Tejo: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Seperti Kepala dan Peci yang Kekecilan, Dipaksakan

Pagi dan sore hari, ratusan tukang susu mengayuh sepeda mendatangi pelanggannya di kawasan Menteng, Kebon Sirih, Parapatan, Senen, dan Jakarta Kota. Kala itu, Kemang yang sampai 1980-an merupakan perkampungan paling elite di samping Pondok Indah tidak tertera dalam peta ibu kota.

Sampai 1960-an, Kemang hanya merupakan sebuah desa dari kelurahan Bangka. Bahkan sampai 1970-an, Kemang masih sepi. Pendatang yang tinggal masih bisa dihitung dengan jari. Hampir seluruh penduduk warga Betawi, yang hidupnya tergantung dari pertanian, berkebun, dan beternak sapi.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Ibu-Ibu Suka Riya Ibadah Ditanya Bule Soal Salad, Dijawab Saya Sholat 5 Kali Sehari


Willard A Hanna, mantan direktur kantor penerangan AS (USIS) pernah bertahun-tahun tinggal di Jakarta. Dalam buku ‘Hikayat Jakarta’ yang diterbitkan 1980-an, ia menulis : ”Akhir-akhir ini Kebayoran dikalahkan oleh pembangunan kota-kota satelit baru, yang lebih mewah seperti Kemang, dan Pertamina Village di Kuningan.”

Kemang, tulis Hanna, setaraf dengan Forbes Park tempat tinggal para eksekutif dan diplomat di Manila. Kalau kita mau melangkah ke Kemang yang 50 tahun lalu harga tanahnya hanya ratusan perak kita akan mendapati belasan restoran yang menawarkan berbagai masakan asing.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai Ngotot Naik Pesawat Emoh Pakai Sabuk Pengaman karena Sudah Pakai Sabuk Isi Doa

Di sini kita dapat menjumpai puluhan bar, diskotek, kafe, dan klub malam tempat para muda-mudi berjingkrak-jingkrak hingga teler sampai dini hari. Sementara dari masjid-masjid dan mushola terdengan azan subuh: Hayya allal sholah, hayya allal falah.

Maka dari lorong-lorong kampung Betawi yang becek itu keluarlah orang-orang kampung untuk shalat berjamaah. Pada masa Wali Kota Syamsuridjal (1951 – 1953), kota Jakarta selalu mengalami pemadaman listrik tiap tiga hari sekali.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kenek Bus Sakaratul Maut, Disuruh Baca Dua Kalimat Syahadat Ternyata Bukan Muslim

Pemadaman ini terpaksa dilakukan karena Jakarta hanya mendapatkan jatah dari pemerintah pusat 240 kilowat. Sedangkan yang diperlukan 274 kilowat. Untuk mengatasi kesulitan listrik yang demikian gawat itu, dibangunlah pusat tenaga listrik (PLTA) di Ancol.

Hingga pemadaman dapat diperkecil menjadi enam hari sekali. Kala itu, di Jakarta masih terdapat 3.566 hektar tanah partikulir milik 16 perusahaan yang mereka beli pada masa penjajahan.

BACA JUGA: Soeharto Pilih Sholat Tarawih Cara NU Baru Alias 11 Rakaat karena Sedang Sakit Pinggang


Kampung-kampung yang berada di tanah partikulir seperti di Kwitang, Jakarta (milik Alkaff), dan Jl Alaydrus di Jakarta Kota, jalannya tidak diaspal dan berlubang-lubang. Hingga pada musim kemarau berdebu, bila musim hujan sulit dilalui karena seperti kubangan kerbau.

Pada masa itu, Syamsuridjal telah dipusingkan oleh arus urbanisasi dari daerah-daerah. Akibatnya Jakarta dibanjiri gelandangan.

BACA JUGA: Sujiwo Tejo Mendalang Wayang di Acara PKS: Terima Kasih Menampilkan Barang Haram Ini

Meskipun telah disediakan tempat penampungan anak-anak terlantar di Pulau Damar (Kepulauan Seribu), masih sekitar 5.000 anak gelandangan berkeliaran di Ibu kota. Sedangkan di pulau Edam ditampung 2.000 anak telantar.

Kala itu, penduduk Ibu kota sekitar 2 juta jiwa. Padahal pada 1912 penduduknya baru 162.126 jiwa, dan ketika Jepang masuk (1942) 600 ribu. Hanya dalam waktu 4 tahun (1948) penduduk melonjak jadi 1.74.254 jiwa.

CEK DAN SIMPAN JADWAL IMSAK DAN BUKA PUASA RAMADHAN DARI KURUSETRA:

Jadwal Imsak dan Sholat Lima Waktu Ramadhan 2022. Foto: Kurusetra. Select an Image
Jadwal Imsak dan Sholat Lima Waktu Ramadhan 2022. Foto: Kurusetra. Select an Image

BACA JUGA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:
> Tradisi Jelang Ramadhan: Dari Ziarah Kubur Sampai Wajib Bawa Makanan ke Calon Mertua

> Humor Gus Dur: Dibantu Dukun Biar Menang 10-0 Malah Imbang 5-5, Bolanya Masuk ke Satu Gawang

> Sama-Sama Ditolak GP Ansor dan Bermarga Basalamah, Apakah Ustadz Khalid dan Ustadz Syafiq Kakak Adik

> Humor Gus Dur: Kiai Sepuh Kelelahan Diajak Istrinya Maraton "Bunuh Orang Kafir" di Malam Pertama

> Siapa Sebenarnya Sarinah, Sampai-Sampai Namanya Jadi Nama Mal Pertama di Indonesia

> Humor Gus Dur: Diperintahkan Kiai Puasa Satu Tahun, Malah Puasa Setengah Hari

> Sujiwo Tejo: Indonesia Mayoritas Muslim Kenapa Harus Ada Logo Halal, Tapi Enggak Ada Logo Haram?

> Setelah Wayang, Kini Nasi Padang yang Diharamkan

> Humor Gus Dur: Cak Nun Batal Temani Soeharto Tobat Gara-Gara Dikerjain Gus Dur

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.