Saat Banyak Pejabat Tertangkap Korupsi Uang Negara, Bung Hatta Memilih Hidup Sederhana

Bung Hatta. Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta menolak uang perjalanan dinas yang diberikan negara.
Bung Hatta. Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta menolak uang perjalanan dinas yang diberikan negara.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Di saat rakyat Indonesia sedang krisis kepercayaan kepada para pejabatnya, kita bisa belajar keteladanan dari Mohammad Hatta. Kisah kejujuran Wakil Presiden pertama RI itu menjadi contoh jika masih ada pejabat jujur yang pernah hidup dan menjadi legenda di Indonesia.

Bung Hatta, yang pernah menduduki jabatan sangat penting di republik ini, adalah sosok pria yang dikenal sederhana dan tak gila harta. Saking jujurnya, Bung Hatta memilih mengembalikan uang saku yang tersisa dari biaya perjalanan dinasnya ke negara.

Kisah itu disampaikan I Wangsa Widjaja, sekretaris pribadi Hatta. Dalam buku yang ditulisnya berjudul Mengenang Bung Hatta, Wangsa, pria yang puluhan tahun mendampingi sang wakil presiden, merawikan jika bosnya selalu mengembalikan kelebihan uang negara yang diberikan sebagai anggaran perjalanan dinas.

Pada 1970, ketika sudah tidak lagi menjadi wapres, Bung Hatta diundang ke Irian Jaya–sekarang bernama Papua. Irian adalah akronim dari Ikut Republik Indonesia Anti Nederland yang diberikan pahlawan nasional asal Papua, Frans Kaisiepo. Namun, nama Irian diubah kembali menjadi Papua oleh Gus Dur saat masih menjadi presiden.

Saat diundang ke Irian Jaya, Bung Hatta juga meninjau tempat ia pernah dibuang pada masa kolonial Belanda. Drama pun terjadi ketika Bung Hatta disodori amplop berisi "uang saku" setelah ia dan rombongan tiba di Irian.

"Surat apa ini?" tanya Bung Hatta.

Sumarno, menteri koordinator keuangan saat itu yang mengatur kunjungannya menjawab, "Bukan surat, Bung. Uang, uang saku untuk perjalanan Bung Hatta di sini."

"Uang apa lagi? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah harus bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa lagi ini?"

"Lho, Bung ini uang dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung Hatta dan rombongan," kata Sumarno coba meyakinkan Bung Hatta.

"Tidak, itu uang rakyat. Saya tidak mau terima. Kembalikan!" perintah Bung Hatta menolak amplop yang disodorkan kepadanya.


Rupanya Sumarno ingin meyakinkan Bung Hatta bahwa dia dan semua rombongan ke Irian dianggap sebagai pejabat. Menurut kebiasaan, pejabat diberi anggaran perjalanan, termasuk uang saku. Karena itu tidak mungkin uang saku itu dikembalikan lagi.

Setelah terdiam sebentar Bung Hatta berkata, "Maaf, Saudara, saya tidak mau menerima uang itu. Sekali lagi saya tegaskan, bagaimanapun itu uang rakyat, harus dikembalikan pada rakyat."

Kemudian, ketika mengunjungi Tanah Merah tempat ia diasingkan, setelah memberikan wejangan kepada masyarakat Digbul, ia memanggil Sumarno. "Amplop yang berisi uang tempo hari apa masih Saudara simpan?" tanya Bung Hatta. Dijawab, "Masih Bung."

Lalu, oleh Bung Hatta amplop dan seluruh isinya diserahkan kepada pemuka masyarakat di Digul. "Ini uang berasal dari rakyat dan telah kembali ke tangan rakyat," kata Bung Hatta menegaskan.


Penolakan Bung Hatta terhadap uang negara tidak hanya sekali. Bung Hatta juga menolak menerima uang pada 1971 ketika ia pergi berobat ke Belanda. Saat tiba di Indonesia, Bung Hatta bertanya kepada Wangsa tentang catatan penerimaan dan pemakaian uang selama perjalanan. Ketika mengetahui ada sisa uang, ia memerintahkan Wangsa mengembalikan kepada negara dan mengucapkan terima kasih kepada presiden.

Wangsa pun bergegas mengembalikan uang ke Sekretariat Negara. Namun, Wangsa malah dijadikan bahan tertawaan di sana.

Wangsa ditertawakan karena uang yang sudah dikeluarkan dianggap sah menjadi orang yang dibiayai. Apalagi, yang dibiayai adalah mantan wakil presiden yang ditanggung negara.

Tentu saja Wangsa pusing tujuh keliling. Meski sudah menjelaskan jika sisa uang perjalanan dinas adalah uang saku tambahan, Bung Hatta menegur Wangsa dengan keras, “Kebutuhan rombongan dan saya sudah tercukupi, jadi harus dikembalikan, dan kalau masih ada sisanya itu wajib dikembalikan.”

Wangsa menyebut, saat itu tidak ada terlintas dalam kepala Bung Hatta memanfaatkan uang dari negara untuk kepentingan pribadi. Padahal, saat itu ekonomi Bung Hatta morat-marit.

Bung Hatta, kata Wangsa, selalu melihat uang dari negara adalah uang rakyat. Wangsa pun berhasil mengembalikan uang kepada Sekneg sembari membawa bukti penyerahan. Setelah itu, barulah Bung Hatta puas.


Kelahiran Hatta

Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 atau 123 tahun silam. Salah satu proklamator itu lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat, Mohammad Athar. Nama itu barangkali tidak banyak yang tahu, karena sang proklamator lebih dikenal dengan nama Mohammad Hatta atau Bung Hatta, wakil presiden pertama RI.

Pemilik gelar Doktor HC dan Drs itu lahir di Bukittinggi yang saat itu masih bernama Fort de Kock. Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatra Barat. Sementara ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi.

Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar. Namanya, Athar berasal dari Bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia merupakan anak kedua, setelah kakaknya Rafiah lahir pada tahun 1900.

Sejak kecil, Hatta dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri.

Dari garis ibu, Hatta berasal dari keturunan pedagang. Beberapa mamaknya (saudara laki-laki ibunya) adalah pengusaha besar di Jakarta. Tak heran jika Hatta memiliki darah ekonom yang kental di dalam tubuhnya.

Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang.

Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, lahir empat orang anak perempuan yang merupakan adik tiri Hatta.


Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917.

Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Hatta pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.

Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.

Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.

Kakeknya bermaksud akan ke Makkah, dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar) Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batu Hampar yang memang sudah menurun semenjak ditinggalkan Syaikh Abdurrahman. Namun keputusan itu diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya.

Sebagai pejuang, Hatta baru menikah di usia yang tak lagi muda. Pada 18 November 1945, Hatta menikahi seorang perempuan Bandung, Rahmi Hatta dan dikarunia tiga putri; Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta. Pada tahun 1980, Hatta meninggal dunia dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

Tak hanya di Indonesia, sepak terjang Hatta diakui dunia, termasuk Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Di Negeri Kincir Angin itu nama Mohammad Hatta diabadikan yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.