Wajar Pendiri Bangsa Indonesia Cerdas dan Alim, Bergurunya Saja kepada Agus Salim

Agus Salim menjadi guru bagi banyak pendiri bangsa Indonesia.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Mohammad Hatta yang gelisah dan risau soal kapitalisme dan sosialisme mengajak dua sahabatnya yang sama-sama dari Sumatra, Amir dan Bahder Djohan bersilaturahim ke rumah Agus Salim, tokoh utama Sarekat Islam (SI). Baik Amir dan Bahder Djohan punya keresahan yang sama dengan Hatta, haus akan ilmu dan dahaga tentang kesadaran nasional untuk mencari penuntun arah pergerakan kemerdekaan. Agus Salim pun sosok yang sangat tepat menjadi guru bagi mereka bertiga.

Di suatu malam pada Februari 1920, langit Kota Batavia dibaluri sinar bulan Purnama. Binarnya menjadi penerang bagi Hatta, Amir, dan Bahder berkunjung ke rumah Agus Salim. Sebuah rumah kontrakan dari seorang tokoh terpandang di kalangan pelajar dan pejuang. Agus Salim saat itu menjadi perpustakaan para pemuda untuk bertanya segala hal.

“Islam adalah sosialisme yang diperintahkan Allah,” kata Agus Salim yang membuat Hatta terpana.

Pria berjenggot tebal yang pernah dihina “kambing” itu lahir dengan nama Mashudul Haq yang artinya Pembela Kebenaran. Agus Salim lahir pada 8 Oktober 1884 di Kota Gadang, nagari yang dipisahkan Ngarai Sianok dengan Kota Bukittinggi.

BACA JUGA: Ketika Prabu Siliwangi Dilantik Jadi Raja Pajajaran Bersatunya Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh

Halaqoh di rumah kontrakan tersebut membuat para pemuda yang mengelilinginya takjub. Ketiganya terpesona dengan keluasan ilmu dan pemikiran Agus Salim. Di tengah diskusi, Amir tak tahan bertanya, “Bagaimana menyesuaikan kapitalisme dengan Islam sebab sosialisme ala Karl Marx bersifat materialisme dan cenderung anti Tuhan?”

Sang murobbi menjawab, “Nabi Muhammad SAW mengembangkan ajaran Islam lebih dulu 12 abad daripada Marx mengajarkan sosialisme yang anti Tuhan. Artinya tujuan masyarakat sama rasa sama rata yang bebas dari kemiskinan sudah lebih dahulu diajarkan Islam. Sayangnya, ulama-ulama kita hanya mengutamakan segi ibadah dan fikih, dan melupakan segi kemasyarakatan itu daripada Islam. Padahal itu juga perintah Allah dalam Alquran.”

Keluasan ilmu yang dimiliki Agus Salim layak digali. Apalagi ia mendapatkan warisan pengetahuan itu tidak hanya dari satu guru.


Agus Salim Sang Perpustakaan Ilmu

Awalnya ia adalah murid GBS Salemba, pemahaman sosialisme Islam didapatkan Agus Salim dari sana. Hingga ilmu tersebut mengantarkannya menjadi bekerja di kantor konsulat Hindia di Jeddah. Waktunya di Jazirah Arab dimanfaatkan untuk mendulang ilmu. Tak main-main, Agus Salim yang menguasai 9 bahasa itu berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, mahaguru dari dua ulama besar KH Ahmad Dahlan dan Hadratussyaikh alias KH Hasyim Asyari.

“Memimpin adalah menderita, memimpin adalah melayani,” satu kalimat yang membuat Agus Salim layak ditempatkan sebagai guru bangsa.

Sosok Agus Salim layak menjadi contoh bagi para generasi muda, baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, atau milenial yang kebingungan mencari panutan. Bagi Agus Salim, hidup sederhana -jika tidak mau dibilang melarat- tinggal di rumah dalam gang sempit nan becek tidak ada bedanya dengan bermukim di rumah mewah yang dia dapatkan ketika menjadi penggawa Serikat Islam. Agus Salim yang seorang vegetarian itu selalu merasa hidupnya baik-baik saja meski tidak memiliki banyak harta.

BACA JUGA: Tak Ada Satupun Sultan Kerajaan Ottoman yang Naik Haji

Pria yang dijuluki “The Grand Old Man” itu juga mampu berbincang dengan Pangeran Phillip, suami Ratu Inggris Ratu Elizabeth, sama nyamannya ketika ngobrol dengan hansip yang sedang keliling ronda malam dan mampir ke rumah kontrakannya. Selain soal pemikiran, anak muda juga bisa belajar dari cara Agus Salim berdiplomasi.

Tengok kisah saat dia mengasapi Pangeran Phillip dengan rokok kreteknya. Pangeran yang terganggu dipaksa untuk menghirup aroma rokok kretek yang tak pernah absen diisap Agus Salim. “Apakah Yang Mulia tahu benda apa ini. Ini adalah benda yang membuat tuan-tuan datang dan menjajah negeri kami. Cengkeh.”

Karena itu, Agus Salim mendapatkan banyak pujian setinggi langit. “Orang tua yang sangat pandai ini adalah seorang yang jenius. Ia mampu bicara dan menulis secara sempurna sedikitnya dalam 9 bahasa. Kelemahannya hanya satu: ia hidup melarat,” tulis Het dagboek van Schermerhoon, buku harian dari Schermerhoon.


Berguru kepada Tjokroaminoto

Keluasan ilmu Agus Salim juga didapatkan bukan tanpa perjuangan. Salah satu guru yang menjadikannya diplomat ulung adalah HOS Tjokroaminoto. Tangan dingin Tjokroaminoto itu melahirkan begitu banyak tokoh bangsa, termasuk Agus Salim.

Tak heran Agus Salim yang awalnya adalah “mata-mata” yang dikirim Belanda untuk mengintai pergerakan “Raja Jawa Tanpa Mahkota” itu, malah kepincut dengan kehidupan Tjokroaminoto. Agus Salim yang awalnya dirental Belanda, malah berbalik melawan.

Agus Salim bahkan “meniru” konsep pendidikan yang diterapkan Tjokroaminoto kepada para murid-muridnya. Agus Salim mendidik anak-anaknya sendiri di rumah tanpa pernah mengirimkan ke sekolah formal. Alasannya karena dia tidak percaya sekolah di zaman kolonial mampu memberikan pendidikan yang paling dibutuhkan. Istilah zaman sekarang homeschooling.

BACA JUGA: UAH Ungkap 4 Keajaiban Sholat Tahajud untuk Urusan Dunia dan Akhirat

Namun jangan dibayangkan cara Agus Salim mendidik anak-anaknya seperti orang tua yang terpaksa membantu pekerjaan sekolah anaknya yang belajar daring di masa pandemi, model pendidikan Agus Salim kepada anak-anaknya menyenangkan. Ia mentrasfer ilmu pengetahuan sembari bermain atau ketika sedang makan. Konsep ini bisa dijiplak para orang tua sekarang.

Pendidikan ala Agus Salim di rumah tidak hanya mengejar agar anak menjadi pintar, tetapi juga memperhatikan pertumbuhan jiwa mereka. Anak-anak Agus Salim dididik tidak dengan terkekang peraturan dan kehendak orang tua semata. Karena itu Agus Salim tidak memberikan kualifikasi seperti “kamu nakal” atau “kamu jahat” kepada anak-anaknya.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.