Sejarah Penyebaran Islam di Jakarta dan Sederet Ulama yang Berjasa

Syekh Junaid Al-Batawi salah satu ulama asli Betawi yang menjadi mukimin di Mekkah. Foto: IST.
Syekh Junaid Al-Batawi salah satu ulama asli Betawi yang menjadi mukimin di Mekkah. Foto: IST.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Jakarta menjadi salah salah kota di Indonesia yang memiliki jumlah masjid paling besar. Fakta ini tak mengherankan mengingat sejak berabad-abad lalu umat Islam di Indonesia, khususnya Batavia membangun banyak masjid sebagai tempat beribadah.

Sejarawan keturunan Jerman, Adolf Heuken SJ, dalam buku Masjid-masjid Tua di Jakarta, menulis saat ini hampir tidak ada masjid di Jakarta yang tetap berdiri sebelum tahun 1640-an. Dia menyebutkan Masjid Al-Anshor di Jl Pengukiran II, Glodok, Jakarta Kota, sebagai masjid tertua yang sampai kini masih berdiri. Masjid ini dibangun oleh orang Moor artinya pedagang Islam dari Koja (India).

BACA JUGA: Madinah Geger, Muncul Pria Berwajah dengan Usapan Malaikat di Raudah Masjid Nabawi

Sejarah juga mencatat pada Mei 1619, ketika VOC menghancurkan Keraton Jayakarta, termasuk sebuah masjid di kawasannya. Letak masjid ini beberapa puluh meter di selatan Hotel Omni Batavia, di antara Jl Kali Besar Barat dan Jl Roa Malaka Utara, Jakarta Kota.

Budayawan almarhum Ridwan Saidi menjelaskan berdirinya Pesantren Quro di Karawang pada 1418 menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam di Indonesia. Syekh Quro, atau Syekh Hasanuddin, berasal dari Kamboja.

BACA JUGA: Seram, Chatbot Microsoft Bing AI Ingin Jadi Manusia dan Sebut Bisa Meretas Apa Pun di Internet

Mula-mula maksud kedatangannya ke Jawa untuk berdakwah di Jawa Timur, namun ketika singgah di pelabuhan Karawang, Syekh urung meneruskan perjalanannya ke timur. Ia menikah dengan seorang gadis Karawang, dan membangun pesantren di Quro.

Makam Syekh Quro di Karawang sampai kini masih banyak diziarahi orang. Di kemudian hari, seorang santri pesantren itu, yakni Nyai Subang Larang, dipersunting Prabu Siliwangi. Dari perkawinan ini lahirlah Kean Santang yang kelak menjadi penyebar Islam. Banyak warga Betawi yang menjadi pengikutnya.

BACA JUGA: Istilah Priangan Muncul Gara-Gara Penolakan Prabu Siliwangi Memeluk Agama Islam

Di kalangan penganut agama lokal, mereka yang beragama Islam disebut sebagai kaum langgara karena dianggap melanggar adat istiadat leluhur dan tempat berkumpulnya disebut langgar. Sampai sekarang warga Betawi umumnya menyebut mushola dengan langgar. Bahkan sebagian besar masjid tua di Jakarta seperti diuraikan Heuken, dulunya adalah langgar.

Ridwan Saidi berkata, intelektualitas Islam yang bersinar di masyarakat Betawi bermula pada abad ke-19 dengan tokoh-tokoh Guru Safiyan atau Guru Cit, pelanjut kakeknya yang mendirikan Langgar Tinggi di Pecenongan, Jakarta Pusat. Pada pertengahan abad ke-19 hingga abad ke-20 terdapat sejumlah sentra intelektual Islam di Betawi, seperti sentra Pekojan, Jakarta Barat, yang banyak menghasilkan intelektual Islam.

BACA JUGA: Misteri Agama Prabu Siliwangi, Apakah Masuk Islam karena Nikahi Nyai Subang Larang?


 Syekh Junaid Al-Batawi salah satu ulama asli Betawi yang menjadi mukimin di Mekkah. Foto: IST.
Syekh Junaid Al-Batawi salah satu ulama asli Betawi yang menjadi mukimin di Mekkah. Foto: IST.

Pekojan Tempat Lahirnya Ulama-Ulama Besar Betawi

Pekojan menjadi tempat kelahiran Syekh Junaid Al-Batawi yang kemudian menjadi mukimin di Mekah. Di sini juga lahir Habib Usman Bin Yahya, yang mengarang puluhan kitab dan pernah menjadi mufti Betawi. (Baca selengkapnya di sini: Syekh Junaid Al Batawi, Ulama Pekojan yang Jadi Imam di Masjidil Haram)

Kemudian, sentra Mester (Jatinegara), dengan tokoh Guru Mujitaba, yang mempunyai istri di Bukit Duri. Karena itulah ia secara teratur pulang ke Betawi. Guru Mujitaba selalu membawakitab-kitab terbitan Timur Tengah bila ke Betawi. Dia punya hubungan dengan Guru Marzuki Cipinang, yang melahirkan sejumlah ulama terkemuka, seperti KH Nur Ali, KH Abdullah Syafi’ie, dan KH Tohir Rohili.

BACA JUGA: Hubungan Tugu Kujang dengan Prabu Siliwangi yang tak Tertandingi

Juga, sentra Tanah Abang, yang dipimpin oleh Al-Misri. Salah seorang cucunya adalah Habib Usman, yang mendirikan percetakan 1900. Sebelumnya, Habib Usman hanya menempelkan lembar demi lembar tulisannya pada dinding Masjid Petamburan.

Lembaran itu setiap hari digantinya sehingga selesai sebuah karangan. Jamaah membacanya secara bergiliran di masjid tersebut sambil berdiri.

BACA JUGA: YouTube Mp3 Converter, Download Music YouTube Convert Jadi Mp3

.

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:
>
5 Tempat Urban Legend di Jakarta, Berani Coba Wisata ke Sana?

> Uhang Pandak, Legenda Orang Pendek yang Hidup di Hutan Kerinci Jambi, Pernah Bertemu Marco Polo

> Cara Login Akun Google yang Sudah Logout Lewat HP dan Laptop

> Download GB WhatsApp Terbaru 2023, Gratis Bisa Baca Pesan yang Sudah Dihapus

> SnapTik.App, Download Ribuan Video Viral TikTok, Bebas Watermark, Gratis Bisa dari HP Android

> Download Video TikTok Bebas Watermark, Gratis Pakai SssTikTok

> Savefrom.net: Download Lagu YouTube, Instagram, dan TikTok, Gratis Pakai Sepuasnya

> Arab Saudi Menghijau Disebut Tanda Akhir Zaman, Begini Jawaban Rasulullah Saat Ditanya Kapan Kiamat

> Jangan Terlalu Sibuk Mengejar Dunia, Gunung-Gunung di Mekkah Arab Saudi Sudah Menghijau

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.