Di Italia Ada Perahu Gondola Venezia, Jakarta Punya Eretan atau Getek Perahu dari Bambu

Eretan atau getek perahu dari bambu. Eretan menjadi transportasi utama di Jakarta tempo dulu. Foto: Republika.
Eretan atau getek perahu dari bambu. Eretan menjadi transportasi utama di Jakarta tempo dulu. Foto: Republika.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Banjir bukan masalah baru bagi warga Jakarta. Bahkan ada yang menyesalkan kenapa gubernur jenderal JP Coen saat mendirikan Batavia tidak di daerah lebih tinggi. Tapi banjir di tempo doeloe tidak separah sekarang. Ketika itu sungai lebar-lebar dan di kiri kanannya tidak dipenuhi rumah. Airnya jernih meskipun kecoklatan dan belum tercemar limbah.

Penduduk membakar sampah setiap sore. Kebiasaan ini disebut nabun atau membakar tabunan. Karena sungai-sungai juga berfungsi sebagai tempat MCK (mandi, cuci dan kakus), tidak ada yang membuang sampah ke sungai. Untuk menjaga kebersihan lingkungan, anak-anak dilarang membuang kotoran sembarangan.]

BACA JUGA: Ruh Leluhur Datang Malam Jumat, Gus Baha: Bidah, Ngawur Apalagi Sampai Disediakan Rokok dan Gemblong

Kala itu jumlah sungai lebih banyak dari sekarang. Sungai-sungai kecil mengalir di kampung-kampung. Anak-anak suka menangkap ikan julung-julung dan pala timah. Sesudah hujan turun, mereka mandi di kali, yang disebut ngebak. Lompat-lompatan sambil menciprat-cipratkan air. Saat banjir, sering banyak ikan mabuk, mengambang dan orang-orang rebutan menangguknya. Sekarang, bukan hanya ikan, kecebong juga emoh hidup di sungai.

Rumah penduduk saat itu terbuat dari bambu dan kayu. Ada juga yang terbuat dari batu, disebut rumah gedongan, tapi tidak banyak. Mereka yang penghasilannya lumayan bisa memiliki rumah setengah batu dan setengah kayu. Pagarnya terbuat dari bambu. Tidak ada pagar yang tinggi seperti sekarang, hingga antar tetangga masih bisa saling kenal.

BACA JUGA: Download Video YouTube Ubah Jadi MP3 (Lagu) Lalu Simpan di HP Pakai MP3 Juice, Mudah dan Cepat

Seringkali di halaman rumah tumbuh pohon seri, saga, kingkit, dan tanaman obat-obatan yang kini disebut apotik hidup. Kala itu, mereka yang sakit diare atau malaria biasanya minum obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan. Maklum dokter masih sedikit. Kalau anak-anak sakit seperti badannya panas biasanya ke dukun sembur. Segelas air putih setelah dibacakan doa oleh orang yang dituakan atau kyai kemudian diminumkan pada si anak.


Suasana kampung yang masih hijau royo-royo kini sudah sangat jarang terdapat. Akibat lebih dari 60 persen uang beredar di Jakarta, kota ini jadi kepadetan penduduk untuk mengadu nasib. Kini banyak kampung lama yang mengalami perubahan, bahkan ada yang sudah tidak ada. Menjadi hutan beton, berupa pusat perdagangan, kantor, dan perumahan modern. Namun, pertumbuhan pemukiman makin tidak teratur.

Saluran air banyak yang tidak bekerja. Pohon banyak yang ditebang. Sementara masyarakat makin tidak peduli terhadap keindahan kotanya. ”Jakarta sekarang kurang indah, dibandingkan tempo doeloe ketika bernama Betawi,” kata Yahya Andi Saputra, seniman dan budayawan Betawi.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Baru Juga Dapat Motor, Kiai NU Nabrak Rumah karena Ngerem Pakai Kaki

Masih cerita tentang sungai, dulu di Jakarta banyak terdapat eretan. Eretan adalah prasarana angkutan penyeberangan sungai di Jakarta tempo doeloe. Sarana angkutan ini berupa getek terbuat dari satu atau dua lapis deretan bambu-bambu bulat panjang.

Gagasan membuat eretan didorong oleh kebutuhan masyarakat akan angkutan penyeberangan kala itu, terutama mereka yang sering bepergian dengan menyeberangi sungai. Kala itu, sungai-sungai yang mengalir di Jakarta arusnya masih cukup deras, jarak kedua tepiannya masih lebar dan sungainya cukup dalam.

BACA JUGA: Demi Uang Perjaka Batavia Tergoda Janda-Janda Pejabat Belanda, Orang China Sewa PSK di Mangga Dua

Karena menyangkut kebutuhan masyarakat, eretan kala itu bisa dijadikan kegiatan usaha yang mendatangkan keuntungan bagi para pemiliknya. Usaha eretan tidak mengenal istirahat, karena selalu dibutuhkan masyarakat dalam bepergian, baik di hari kerja maupun libur.

Sampai akhir 1950-an, antara keluruhan Kwitang dengan kampung Kalipasir di kelurahan Gondangdia masih dihubungkan dengan eretan. Tempat-tempat penyeberangan tidak pernah sepi dari para pengguna jasa angkutan ini, baik siang maupun malam.

BACA JUGA: Cindaku, Legenda Manusia Harimau Penjaga Gunung Kerinci

Tarif penyeberangan cukup murah, sekitar sepicis atau 10 sen per orang. Setelah tahun 1960-an, eretan yang menghubungkan Kwitang-Kalipasir sudah tidak ada lagi dengan dibangunnya jembatan. Tapi sampai sekarang, Gang Eretan di Kalipasir masih sering diucapkan orang Betawi yang tinggal di kedua kampung yang dipisahkan sungai Ciliwung.


Orang Betawi di abad ke-16 sampai abad ke-19 banyak berprosesi menjadi tukang prau. Tidak kurang banyaknya yang jadi tukang binatu (penatu), mencuci pakaian di di tepi-tepi sungai.

Saking banyaknya sungai di Jakarta, apalagi Belanda membangun banyak kanal atau terusan, Batavia pernah dijuluki sebagai ‘Venesia’ dari Timur. Venesia adalah sebuah kota di Italia yang dikelilingi sungai-sungai. Kota ini banyak dikunjungi wisatawan mancanegara, untuk menikmati keindahannya dengan berperahu.

BACA JUGA: Download Video YouTube Ubah Jadi MP3 (Lagu) Lalu Simpan di HP Pakai MP3 Juice, Mudah dan Cepat

Pemerintah Hindia Belanda di zaman VOC konon pernah mengeluarkan larangan agar para wanita istri mereka tidak mandi di sungai atau kanal tanpa busana. Karena mengundang protes, terutama dari kalangan pribumi. Kini banyak sungai kecil dan kanal sudah menghilang dari Jakarta.

Seperti nama Cililitan di Jakarta Timur. Nama Cililitang diambil dari salah satu anak sungai Cipinang. Sekarang anak sungai itu sudah tidak ada lagi. Kata ‘ci’ dalam bahasa Sunda berarti kali atau sungai. ‘Lilitan’ adalah nama sejenis tanaman perdu.

BACA JUGA ARTIKEL MENARIK LAINNYA:
> Podcast: Sejak Kapan Tradisi Membeli Baju Baru Lebaran di Indonesia Dimulai?

> Humor Gus Dur: Nasabah Protes Kartu ATM-nya Macet, Ternyata karena Dilaminating Kayak KTP

> 3 Ulama Indonesia yang Jadi Imam di Masjidil Haram Mekkah

> Berburu Janda Pejabat Belanda di Batavia, Orang Tionghoa Cari PSK di Mangga Besar

> Humor Gus Dur: Pendeta Baptis Mobil Kiai, Dibalas Kiai Sunat Motor Pendeta

> Asal Usul Nama-Nama Tempat di Jakarta: Dari Ancol Sampai Kampung Ambon

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.