
KURUSETRA — Salam Sedulur… Kampoeng Kwitang, Jakarta Pusat pada pertengahan 1876 atau pada abad ke-19 merupakan "setengah hutan". Penghuninya belum banyak seperti sekarang yang penuh sesak dan sumpek. Di antara pepohonan yang tumbuh lebat di sekitarnya, tampak sebuah rumah keluarga Eropa.
Jacobus Anthonie Meessen seorang fotografer Eropa mengabadikan sebuah foto yang memperlihatkan satu rumah yang di depannya terdapat jembatan dari kayu yang sekarang menghubungkan antara Kampung Kwitang dengan Jalan Parapatan. Di depan rumah berpagar tembok tampak sebuah lampu gas di pekarangan yang luas.
BACA JUGA: Pakai MP3 Juice untuk Download dan Ubah Video YouTube Jadi MP3
Lampu gas baru nongol di Batavia 1864. Pabrik gas berlokasi di Gang Ketapang dekat Jl Gajah Mada yang entah kenapa namanya diganti pada 1960 menjadi Jl KH Zainul Arifin. Adanya lampu gas yang menggantikan lilin dan minyak tanah dinikmati penduduk setelah dibangunnya instalasi gas di jalan-jalan raya dan perkampungan. Pabrik gas yang telah berusia satu setengah abad sampai sekarang masih berdiri di Gang Ketapang.
Jacobus Anthonie Meessen, yang banyak mengabadikan gedung-gedung di Batavia merupakan pemilik rumah di Kampung Kwitang. Dia lahir di Utrecht, Belanda, pada 6 Desember 1836 dan merantau ke Batavia 1860. Dia juga mengisi kolom foto-foto iklan di harian Sumatra Courant di Padang dan ‘Java Bode’ di Batavia.
BACA JUGA: Hari Ayah Sedunia, Peringatan untuk Mengenang "Single Parent" Veteran Perang Sipil AS
Kwitang yang terkenal dengan majelis taklim tiap Ahad pagi, pernah menjadi latar belakang roman sejarah ‘Nyai Dasima’ versi SM Ardan, seniman dan budayawan Kwitang. Dasima adalah istri piaraan tanpa nikah tuan Edward W, seorang Inggris, yang akhirnya kawin dengan Samiun tukang sado dari Kwitang.
Nyai Dasima yang berasal dari Desa Ciseeng, Parung, Bogor, akhirnya mati dibunuh oleh Bang Puase, jagoan dari Kwitang atas suruhan istri tua Samiun, Hayati. Nyai yang bahenol ini dibunuh kira-kira di dekat rumah yang terlihat di foto.
Mayat Nyai Dasimah dilemparkan ke kali (kira-kira samping toko buku Gunung Agung). Mayatnya lalu ditemukan di dekat kediaman tuan Edward W di Pejambon, di belakang kantor Ditjen Perhubungan Laut sekarang ini.
BACA JUGA: Germo Portugis Pasok Cabo ke Batavia, Banyak Pejabat Belanda Jadi Pelanggannya

Nyai Dasima versi G. Francis yang pernah menjadi redaktur surat kabar besar pada abad ke-19 menggambarkan selain tuan W semuanya jahat. Bahkan direkonstruksi demikian rupa sehingga mencuat citra orang Betawi yang memiliki sifat-sifat penghasut, haus harta, irasional, berpikiran sempit, pencuriga, perusuh, dan masih berbagai sifat jahat lainnya. Dan semua sifat buruk itu berasal dari tradisi budaya dan agama yang dianut: Islam.
JJ Rizal dalam pengantar di buku ‘Nyai Dasima’, mengutip pernyataan Ardan bahwa Nyai Dasima versi kolonial memperlihatkan nada anti-Muslim yang pada masanya berarti antipribumi.
BACA JUGA: Pesawat Berisi 182 Jamaah Haji Indonesia Meledak Menabrak Bukit Nabi Adam di Srilangka
Nyai Dasima, berdasarkan versi kolonial menjadi istri Samiun karena diguna-guna melalui seorang ulama Wak Lihun. Menurut Ardan, Dasima datang ke Samiun atas kesadaran sendiri ingin lepas dari orang asing.
Setelah ia diingatkan hukumnya haram kawin tanpa nikah. Ulama terkemuka, HAMKA pernah berkomentar bahwa Dasima rela meninggalkan tuannya dan hidup bergelimang harta setelah diingatkan bahwa dalam Islam nikah merupakan suatu ‘kemustian’ dalam hubungan suami – istri.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"
> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi
> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam
> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
