Polemik Rendang Babi, Dengarkan Nasihat Gus Dur Soal Pluralisme Makanan dalam Seporsi Nasi Padang

KH Abdurrahman Wahid bicara soal pluralisme dalam makanan.
KH Abdurrahman Wahid bicara soal pluralisme dalam makanan.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Gus Dur jatuh cinta dengan nasi padang. Bahkan, presiden keempat RI itu tergila-gila dengan lauk pauk yang dihidangkan restoran khas Minangkabau, terutama yang mengandung santan seperti gulai atau kalio yang jadi menu favoritnya.

Tak hanya dua lauk tersebut, cucu KH Hasyim Asyari, pendiri NU ini bahkan menyukai gulai jeroan. Di dekat kantor PBNU Jakarta, ada rumah makan yang menjadi langganan Gus Dur. Di rumah makan Padang itu, Gus Dur sering memilih gulai otak sapi dan gulai limpa. Ia pun jatuh cinta kepada dendeng batoko.

BACA JUGA: Ramai Rendang Babi, Teringat Vladimir Putin yang Tertawa Menterinya Mau Ekspor Babi ke Indonesia

Kiai Maman Imanulhaq Faqieh dalam buku Fatwa dan Canda Gus Dur (2010) menceritakan, salah satu satu hobi Gus Dur adalah wisata kuliner. Dalam setiap pengembaraannya ke sejumlah daerah, yang dicari bukan hanya perihal menyehatkan jasmani dan rohani, tetapi ada makna lain yang cari oleh Gus Dur. Keragamaman makanan salah satunya.

Gus Dur berkata, keragaman makanan yang hadir di Nusantara dianggapnya sebagai manifestasi kebhinekaan Indonesia. Karena itu Gus Dur juga bisa disebut sebagai pakar kuliner.

BACA JUGA: Heboh Rendang Babi, Ini 5 Alasan Mengapa Orang Islam Haram Makan Daging Babi


Kiai Maman merawikan, Gus Dur berkata, semakin jauh melangkah mencicipi ragam makanan khas Indonesia, makin jauh pula pemahaman yang didapat terkait keberagaman. Keberagamaan makanan itulah yang dimaksud Gus Dur sebagai kekuatan.

Kekuatan itu mampu mengenalkan generasi muda bahwa Indonesia memiliki toleransi yang tinggi lewat makanan. Gus Dur menyebutkan konsepnya sebagai pluralisme makanan.

BACA JUGA: Soal Rendang Babi, Gus Dur Pernah Diledek Pendeta Mengapa Haram Makan Babi, Pendeta Dilarang Nikah

“Tanpa disadari, makanan merupakan medium pluralisme yang amat nyata. Orang Madura bisa makan di restoran Padang. Sebaliknya, orang Padang bisa makan di restoran Madura. Begitu pula orang Aceh bisa makan di restoran Sunda, dan begitu pula sebaliknya."

"Intinya, melalui aneka ragam masakan yang tersedia di republik ini, masyarakat melakukan pembaruan secara alami. Secara tidak langsung, perjumpaan dan pergulatan berjalan secara alami melalui medium makanan,” ungkap Kiai Maman Imanulhaq Faqieh.

BACA JUGA: Bukan Rendang Babi, Gus Dur Sebut Makanan Paling Haram Itu Babi Hamil Babi Bapaknya Jadi Sate Babi

“Ketika orang Madura menyantap makanan Padang, maka pada saat itu pula muncul pengenalan dan pengakuan terhadap kelompok lain. Intinya bahwa orang lain juga mempunyai keistimewaan yang harus dihormati dan dijunjung tinggi."

"Bahkan, bisa dibayangkan jika seandainya tidak ada restoran-restoran Padang yang mudah dijangkau, maka kita akan merasakan betapa susahnya kita untuk mendapatkan makanan yang dapat disantap.”

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA