
KURUSETRA — Salam Sedulur… Barangkali pepatah lama berbunyi “penduduk suatu negeri lebih tahu dengan celah-celah kampungnya” tepat untuk memandang masalah Papua. Kurangnya porsi orang Papua berbicara dan berdiri setara dianggap sebagai sumber konflik sejak Integrasi Pepera 1969.
“Selalu saja orang Papua itu dipandang sebagai objek kekuasaan dan kebudayaan lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya stereotype yang dilekatkan pada orang Papua dan stigma yang otomatis didapatkan. Sehingga menjadi wajar kalau orang Papua (selalu) dianggap aktor kekeliruan. Kecurigaan terhadap orang Papua itu begitu besarnya,” kata Ade Yamin, doktor dan antropolog asal IAIN Fattahul Muluk Papua, seperti dinukil dari Muhammadiyah.or.id.
BACA JUGA: Muhammadiyah Bangun Wisata Halal di Malang, Ada Taman Bermain dan Waterboom
Berbicara dalam Webinar Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah bertajuk Masa Depan Papua: Perspektif Orang Papua, Sabtu (18/9/2021), Ade juga menyoroti rasisme struktural dan kultural yang masih sering didapatkan bangsa Papua. Menurutnya banyak pihak gagal memahami sejarah, kultur dan struktur masyarakat Papua, sehingga berdampak pada ambiguitas kebijakan politik.
"Lalu, ada kemungkinan keengganan menyelesaikan masalah Papua secara bermartabat dan berkemanusiaan,” imbuhnya mengkritik pendekatan Militerisme di Papua.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Pasukan Jin Ikut Apel Akbar NU karena Mereka Gak Minta Uang Transport

Terlepas dari itu, perlukah otonomi khusus bagi masyarakat Papua? Gugus Tugas Papua (GTP) Universitas Gajah Mada (UGM) Ari Ruhiyanto menyebut kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) serba dilematis. Ari memuji pendekatan kultural Muhammadiyah yang telah dilakukan sejak lama, termasuk memberi banyak ruang bagi orang Papua untuk berbicara.
Papua sendiri menjadi Provinsi setelah mengalami pemekaran dari Provinsi Maluku pada 1956. Pada perkembangannya, pemekaran Papua menjadi tiga wilayah pada 1999 gagal karena hanya dua provinsi saja yang lahir yakni Papua dan Papua Barat. Kini, justru muncul ide pemekaran Papua berdasarkan 7 wilayah adat, yakni 5 di Papua Barat, dan 2 di Papua Barat.
BACA JUGA: Nabi Muhammad Itu NU Apa Muhammadiyah?
Meski Otsus dianggap penting bagi pertumbuhan aspek demokrasi dan gender hingga 30 tahun ke depan, sejak wacana Otsus dilambungkan, terjadi kenaikan angka kekerasan yang menyebabkan kematian di antara warga, aparat dan KKB.
Data GTP UGM per 3 September 2021 mencatat jumlah kasus naik perlahan sejak 2016 dari 11 orang menjadi 19 orang pada 2017, naik drastis pada 2019 sebanyak 20 kasus dan kian naik pada 2020 dengan 65 kasus dan 70 kasus untuk 2021 yang belum genap satu tahun.
BACA JUGA: Ruhut Sitompul Dinilai Rasis Usai Posting Foto Meme Anies Pakai Baju Adat Papua

Ari menganggap UU Otsus dengan realisasi 2 pasal baru dan 18 pasal terevisi sebenarnya cukup menjanjikan bagi masa depan Papua. Ia menyoroti dua hal besar, yakni SDM Papua yang matang belum cukup tersedia dan Pemerintah belum berhasil membangun legitimasi yang kokoh bagi masyarakat Papua.
“Seandainya masyarakat bertemu aparat keamanan masih ada rasa ketakutan, itu artinya negara belum cukup bisa membangun legitimasi sosial," kata Ari.
BACA JUGA: Jika Ruhut Dinilai Rasis ke Orang Papua, Gus Dur Justru Sangat Menghormati Papua
Menurut dia, seharusnya aparat keamanan menghadirkan rasa aman bukan menghadirkan ketakutan. "Ketika yang muncul adalah ketakutan, saya rasa perlu dipertanyakan keberhasilannya dalam membangun legitimasi sosial,” ucap dia.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"
> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi
> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam
> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
