
KURUSETRA — Salam Sedulur… Tahun ini pemerintah mengizinkan mudik Lebaran setelah tiga tahun dihantam pandemi. Masyarakat yang merantau di kota-kota besar, seperti Jakarta, pun banyak yang memutuskan mudik ke kampung halaman. Namun, bagi kaum pribumi Jakarta alias orang Betawi, mudik adalah ritual langka yang nyaris mustahil dilakukan. Soalnya mau mudik ke mana, wong Jakarta kampungnya sendiri.
Sebelum bicara lebih jauh soal orang Betawi yang gak mudik, kita bicara saudara-saudara kita yang menjadi kaum perantauan. Bagi orang Jawa yang bedol desa ke Jakarta, mudik adalah kesempatan emas yang wajib dilakukan. Mudik ke kampung halaman dengan membawa segala hasil dan cerita kesuksesan di kota. Menegok orang tua atau silaturahim ke sanak famili.
BACA JUGA: Gara-Gara Presiden Gus Dur Bosan Makan Makanan Istana, Gorengan Jadi Menu Rapat Kabinet
Orang Jawa sejak era Belanda dan Eropa yang pongah tinggal di Indonesia, biasa menggunakan berbagai transportasi untuk mudik. Tapi, kereta api adalah primadonanya.
Itu orang Jawa, lain lagi orang Minang. Orang Minang yang sejak kecil dididik untuk merantau, mudik Lebaran dikenal dengan istilah "Pulang Besamo". Secara harfiah diartikan pulang bersama-sama dengan menggunakan mobil yang di kaca belakang ditempeli striker rombongan. Sampai di kampung halaman, para perantau akan disambut seperti juragan kapal.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Grogi, Banser Terbalik Sebut Abdurrahman Saleh Mendarat di Bandara Abdurrahman Wahid
Pada masa mudik itulah, baik di Jawa atau Sumatra dan wilayah lainnya di Nusantara, pesan kuat dari para perantau adalah: Merantau ke kota bisa mengubah nasib.
Lalu, bagaimana orang Betawi, apakah mudik Lebaran
Meski tidak pulang kampung, akar kata mudik berasal dari "udik" milik orang Betawi. Artinya, menuju ke "udik" (hulu, kampung yang di utara). Lawan kata udik adalah milir, menuju ke hilir, menuju ke selatan atau laut) atau kembali berangkat kerja mencari sesuap nasi. Namun, ada yang menyebut mudik berasal dari kata Jawa Ngoko, "mulih dilik" yang artinya pulang sebentar setelah merantau.
Diksi udik lalu diserap secara sosial ketika geliat urbanisasi masif di Indonesia pada medio 1960-an. Orang desa di berbagai daerah merantau ke Jakarta. Jakarta semakin diserbu kaum perantau pada era Orba, awal 1970-an di mana urbanisasi jadi salah satu proyek pemerintah Presiden Soeharto.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai Sepuh Kelelahan Diajak Istrinya Maraton "Bunuh Orang Kafir" di Malam Pertama
Mudik adalah fenomena sosial manusia beserta agama kepercayaannya. Mereka yang merantau akan kembali ke kampung menjenguk keluarganya.
Pada medio 1950-an, sebenarnya mudik tidak terlalu istimewa. Polisi tidak terlalu disibukkan dengan arus lalu lintas, tidak perlu menyiapkan posko khusus, apalagi mengerahkan aparat keamanan khusus di hari raya.
Dalam catatan sejarah, penduduk Jakarta 70 tahun lalu tidak sampai dua juta jiwa. Meski masih sedikit, gairah menyambut hari raya sangat besar. Jika 10 hari terakhir, orang-orang di Jakarta, khususnya orang Betawi sering likuran atau istilah bekennya iktikaf, yakni bermalam di masjid untuk mengejar malam Lailatul Qadar.
Malam likuran sangat dinanti. Suasana di kampung pada malam hari selama 10 hari terakhir Ramadhan, sudah seperti siang. Halaman rumah diterangi lampu minyak, petromaks, atau lilin. Sementara, tembok-tembok rumah dikapur agar terlihat baru.
BACA JUGA: Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam
Umat Islam saat itu rela banyak begadang sambil mengaji, tadarus, dan berzikir. Saking gigihnya tak jarang para orang tua pada masa itu banyak yang mengkhatamkan Alquran tiga sampai lima kali selama Ramadhan.
Para pemudanya mendaras Alquran sembari begadang. Sedangkan, ibu-ibu dan anak gadis tidak kalah sibuk karena membuat kue Lebaran, seperti kue nastar, lapis, wajik, dan tidak ketinggalan dodol serta tape uli.
Bagi orang Betawi, Lebaran sudah disambut sejak awal-awal Ramadhan. Sehari sebelum 1 Ramadhan, mereka sudah bergembira dengan memukul beduk sepanjang hari. Beduk hanya berhenti ditabuh ketika dekat waktu azan.
Mereka juga bersuci dengan cara mandi di kali-kali yang saat itu masih banyak yang berair bersih. Mereka mencuci kepala alias keramas. Bukan dengan sampo seperti sekarang, melainkan menggunakan air merang.
BACA JUGA: Humor Betawi: Orang-Orang Apa yang Ditembak Kagak Mati, Orang Gak Kena
Ramadhan adalah bulan istimewa tak hanya dari segi ibadah, tapi juga kulinernya. Orang Betawi zaman itu selalu menyiapkan hidangan daging kambing dan sapi yang masuk daftar menu makanan. Karena itu, banyak yang andilan atau patungan untuk membeli sapi yang disembelih dan dagingnya dibagi-bagi kepada 20-30 keluarga.
Setelah disemur mereka pun menggelar kenduri. Ketupat, semur daging, sambal godok labu, opor ayam, jadi menu Lebaran. Undangan makan pun berjibun.
Takbiran pun sangat meriah di Jakarta. Selain di masjid, takbir keliling dengan memukul beduk menjadikan suasana kemeriahan begitu kental terasa.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai Kampung Kesal di Jakarta Kencing Harus Bayar Mahal
Anak-anak gadis sudah bersolek sejak sore. Apalagi yang dalam masa pingitan karena akan menikah. Mereka yang keluar rumah ketika dalam masa pingitan biasanya hanya membeli kembang api atau petasan. Itu wajib dikawal keluarga.
Namun, petasan saat ini dilarang. Ketika itu, ada alternatif permainan yang tak kalah bikin jantung berdansa, yakni bumbung bambu. Bumbung terbuat dari bambu yang ruas-ruasnya sudah dilubangi dan diisi karbit. Bagian depannya disumpel kain topo.
BACA JUGA: Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"
Ketika sudah siap, lubang yang diisi karbit dan air lalu disulut api. Bumbung itu pun berbunyi seperti meriam, ”jlegur”, yang suaranya tak kalah nyaring dari bunyi petasan.
Pertanyaannya, apakah orang Betawi mudik saat Lebaran?
Orang Betawi yang punya kampung di Jakarta biasanya memiliki keluarga yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Anak-anak setelah menikah biasanya memilih tinggal di dekat rumah orang tuanya. Dengan begitu, ketika Hari Raya Idul Fitri, silaturahim biasanya hanya dilakukan di kampung sendiri.
Sedikit yang "pulang kampung" dengan mengunjungi orang-orang tua yang tinggal di "kampung halaman". Seperti "nyaba" baba, enyak, engkong, atau nyai yang tinggal di lain kota.
BACA JUGA: Viral, Zinidin Zidan Meninggal Dunia karena Kecelakaan, Mobilnya Ringsek, Ini Faktanya
Bagi yang sudah tidak punya orang tua, mereka akan ziarah kubur untuk mendoakan jenat yang sudah wafat. Setelah itu, biasanya silaturahim kepada orang yang dituakan, seperti mamang, uwak, atau saudara orang tua.
Kebanyakan pada hari Lebaran orang Betawi justru menikmati pelesir sambil nyoba naik trem. Pantai Sampur (sekarang udah jadi galangan kapal di Priok) yang jadi tempat pemandian, menjadi tempat favorit. Selain karena gratis, berpelesir ke pantai sangat istimewa sambil gelar tikar dan nasi timbel.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam
> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!
> GP Ansor Bantah Anggota Banser Lecehkan Tsamara Amany: Fotonya Dicatut
> Humor Gus Dur: Pastor Lega Dikira Gak Jadi Diterkam Harimau, Ternyata Harimaunya Lagi Baca Doa Makan
> Sempat Tantang Novel Bamukmin Duel, Denny Siregar: Gak Jadi Deh, Gw Males Bulan Puasa Berantem
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
