Segenggam Tanah Mekkah di Balik Pemakaman Imogiri yang Megah

Jalan menuju pemakaman Imogiri, Bantul, DIY.
Jalan menuju pemakaman Imogiri, Bantul, DIY.

KURUSETRA.NET — Salam Sedulur… Ratusan anak tangga batu itu seolah menjadi gerbang hening menuju keabadian. Menembus sunyi perbukitan di selatan Yogyakarta, tangga ini mengantar para peziarah ke Pajimatan Imogiri, pasareyan (pemakaman) agung bagi raja-raja trah Mataram Islam.

Imogiri, yang kini menjadi salah satu destinasi ziarah terpenting di Jawa, bukanlah sekadar bukit kapur biasa. Ia adalah simbol wasiat spiritual dan titik temu antara legitimasi politik Jawa dengan kesucian Islam. Kisah pendiriannya melibatkan salah satu raja terbesar Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo yang memerintah Mataram pada periode 1613 sampai 1645, dan segenggam tanah yang dikirim langsung dari Makkah al-Mukarramah.

Dinukil dari situs resmi KratonJogja, Pasarean Imogiri dibangun pada tahun 1632. Pembangunan kompleks makam dipimpin oleh Kiai Tumenggung Citrokusumo, arsitekturnya merupakan perpaduan antara Hindu dan Islam. Bata merah yang mendominasi area makam bagian atas merupakan ciri utama arsitektur Islam Jawa atau arsitektur Islam Hindu pada abad ke-17.

Batu bata yang menyusun bangunan Pasarean Imogiri tidak direkatkan menggunakan spesi khusus seperti semen. Diduga batu-batu bata tersebut disusun dengan metode kosod. Permukaan bata yang satu digosokkan dengan permukaan bata yang lain dengan diberi sedikit air hingga keluar semacam cairan pekat. Cairan pekat inilah yang kemudian melekatkan satu bata dengan bata lainnya. Metode ini dimungkinkan karena adanya campuran khusus pada bata masa itu yang tidak lagi terdapat pada bata masa kini.

Sultan Agung dikenal sebagai raja yang wicaksana (bijaksana) sekaligus sangat religius. Ia adalah penguasa Jawa pertama yang menggunakan gelar "Sultan", yang menandakan pengakuan spiritual dari dunia Islam. Dalam puncak kejayaannya, Sultan Agung mulai memikirkan tempat layon (jenazah) beliau akan disemayamkan.

Sejarawan dan penafsir Babad Tanah Jawi sering menyebutkan hasrat utama Sultan Agung adalah dimakamkan di Tanah Suci. Sultan Agung bahkan berharap bisa dimakamkan di Makkah atau Madinah, di tanah yang paling diberkahi.

Catatan lisan yang berkembang di keraton dan masyarakat Mataram mengisahkan Sultan Agung mengutus abdi dalem atau bahkan melakukan perjalanan spiritual (muksa) untuk menyampaikan permohonan tersebut kepada Imam Besar Makkah. Namun, permintaan itu ditolak secara halus.

Penolakan itu bukan tanpa alasan. Jika seorang raja besar dari Jawa dimakamkan di sana, dikhawatirkan kelak para kawula (rakyat) Mataram akan berbondong-bondong berziarah ke Makkah bukan semata untuk menunaikan ibadah haji, melainkan untuk ngalap berkah (mencari berkah) di makam rajanya. Ini berpotensi menggeser niat ibadah utama.

Sebagai jalan tengah sekaligus penghormatan agung, Imam Besar Makkah kemudian mengambil segenggam Tanah dari pelataran Ka’bah (atau riwayat lain menyebut dari area pemakaman Ma’la). Tanah itu dibungkus rapi dan diserahkan kepada utusan Sultan Agung.

Pesan dari Tanah Suci itu tegas: "Carilah sebuah bukit di tanah Jawa yang memiliki aroma yang sama persis dengan tanah ini. Jika Tuan menemukannya, di sanalah tempat Tuan yang paling mulia untuk beristirahat."


Pencarian Bukit yang Ngganda Wangi

Utusan Sultan Agung itu pun membawa pulang segenggam tanah itu ke Jawa. Dimulailah perburuan spiritual untuk menemukan bukit di Mataram yang mengeluarkan aroma wangi, sama dengan Tanah Makkah.

Pencarian awal sempat terhenti di sebuah bukit yang dikenal sebagai Giriloyo. Konon, di tempat ini tercium aroma wangi yang kuat.

Persiapan pemakaman pun dimulai. Namun, sebelum pembangunan rampung, takdir mendahului. Adik Sultan Agung, Pangeran Juminah, wafat terlebih dahulu. Sultan Agung yang berhati mulia merelakan Giriloyo untuk kerabatnya itu. Sultan Agung merasa bukit itu belum jodoh dengannya. Pencarian harus dilanjutkan.

Pencarian kemudian bergerak ke arah barat daya, menuju deretan perbukitan yang tandus namun menjulang, yang kini masuk wilayah Kabupaten Bantul. Di puncak sebuah bukit kapur yang terjal inilah, Sultan Agung akhirnya mencium aroma yang dicarinya: wangi semerbak, seolah aroma Tanah Surga yang diturunkan ke Jawa.

Di puncak bukit itulah, Sultan Agung menaburkan segenggam tanah suci dari Makkah. Secara simbolis, tanah Makkah dan tanah Jawa bersatu di tempat ini.

Nama Imogiri sendiri diperkirakan berasal dari kata Hima-Giri, yang dalam bahasa Sanskerta berarti 'Gunung Kabut' atau 'Gunung Salju', melambangkan tempat yang tinggi, suci, dan dingin (tentrem).


Simbol Legitimasi Abadi

Tindakan menaburkan tanah Makkah di Imogiri adalah manifestasi luar biasa dari sinkretisme budaya dan spiritual Mataram. Ia menciptakan legitimasi ganda bagi sang raja: legitimasi sebagai penguasa Jawa (Giri/Gunung) dan legitimasi sebagai Sultan Islam yang diakui dari Makkah.

Imogiri kemudian diyakini sebagai kiblat spiritual dan tempat ngalap berkah yang sah bagi seluruh rakyat Mataram tanpa harus jauh-jauh menyeberang lautan. Pada tahun 1632 Masehi, Sultan Agung memerintahkan pembangunan kompleks pemakaman agung di sana.

Sultan Agung yang wafat pada tahun 1645 menjadi raja pertama yang dimakamkan di Imogiri, tepatnya di dalam Cungkup Sultan Agungan. Sejak saat itu, kompleks Pajimatan Imogiri menjadi lokasi peristirahatan abadi bagi raja-raja yang mewarisi tahta Mataram.

Makam para raja Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta (yang merupakan pecahan Mataram) hingga kini terbagi dalam zona pemakamannya masing-masing di kompleks Imogiri yang sama. Hingga kini, meskipun bukit Imogiri tampak kering, wangi dupa dan kembang tak pernah berhenti mengepul. Bagi peziarah, wangi sejati yang terasa adalah aroma abadi dari segenggam tanah Makkah yang ditaburkan, menegaskan status Imogiri sebagai Makkah-nya Tanah Jawa.

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.