
CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.
KURUSETRA — Salam Sedulur… Ketika awal Januari 1808 Gubernur Jenderal Marsekal Willem Daendels mulai berkuasa di Hindia Belanda, dia menghancurkan benteng dan kastil Batavia. Termasuk di antaranya istana yang pernah ditempati 34 gubernur jenderal sebelumnya.
Penghancuran ini sesuai perintah Raja Lodewijk Bonaparte, adik Kaisar Napoleon Bonaparte saat Nederland berada di bawah kekuasaan Prancis. Daendels diminta untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda yang kala itu berpusat di kota tua sekitar Pasar Ikan. Alasannya, daerah itu tidak sehat.
.
BACA JUGA: 4 Patung Bersejarah Warisan Soekarno di Jakarta, Ada yang Disebut Sebagai Simbol PKI
Awalnya Raja Lodewijk memilih ibu kota dipindahkan ke Semarang atau Surabaya. Namun, Daendels hanya memindahkannya ke Weltevreden yang jaraknya belasan kilometer di selatan kota tua.
Dia menjadikan Rijswijk (Jl Veteran) dan Noordwijk (Jl Juanda) yang diapit oleh kanal Ciliwung, daerah pertokoan kebanggaan warga Eropa. Bersama Pasar Baru mengimpor produk-produk Eropa. Di sana terdapat beberapa hotel cukup baik dan sejumlah tempat hiburan warga Eropa seperti Gedung Harmoni.
BACA JUGA: Dianggap Berbeda, Ternyata Warga Muhammadiyah Punya Tradisi Yasinan, Begini Cara Baca Surah Yasin
Ambisi Daendels dapat diwujudkan dengan membangun jalan raya Anyer -Panarukan (1.000 km). Di kala itu belum ada alat-alat berat. Alhasil, batu-batuan dari sungai dan gunung diangkut dengan sapi dan kerbau.
Daendels juga membangun alun-alun dan taman terbesar di dunia yang kini bernama Monas. Belanda menamakannya Koningsplein (Lapangan Raja). Sedang Daendels yang kesetiaannya terhadap Prancis tak diragukan, menamakannya Champ de Mars.
BACA JUGA: Kejamnya Jepang Saat Jajah Indonesia, Tahanan Ditusuk Besi Panas dan Jadi LGBT di Penjara
Sayangnya peninggalan Daendels dan sejumlah bangunan yang dibuat di masa kolonial ternyata tidak disukai Soekarno. Saat Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Asian Games IV (1962), Bung Karno tidak senang terhadap peninggalan Belanda, melebarkan jalan raya Jl Thamrin dan Jl Sudirman. Soekarno memindahkan pusat kota Eropa daerah Rijswijk dan Noordwijk ke arah selatan. Dengan membangun dan melebarkan Jalan Thamrin dan Sudirman.
Penyelenggara Asian Games di masa Soekarno mengakibatkan sebuah ledakan pembangunan dengan dibangunnya beberapa bangunan penting di kedua jalan tersebut. Jalan Thamrin dan Sudirman oleh Soekarno dijadikan sebagai pintu gerbang Jakarta menggantikan Weltevreden (Rijswijk – Noordwijk) di masa Belanda.
BACA JUGA: Ditipu Orang China Makan Babi, Kiai Asnawi: Alhamdulillah Saya Jadi Tahu Rasanya Daging Babi
Di kedua jalan ini, dibangun Hotel Indonesia berlantai 14, Jembatan Semanggi, Kompleks Olah Raga Senayan termasuk Gelora Bung Karno, yang kala itu merupakan stadion terbesar sejagat. Tahun itu menjadi bukti pembangunan masjid terbesar di Asia (Istiqlal), jalan raya By Pass, sebuah planetarium, toko serba ada Sarinah, gedung Pola sekalipun harus membongkar kediamannya di Jl Proklamasi 56, tempat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan 17 Agustus 1945.
Soekarno juga membangun gedung pencakar langit tertinggi di Asia (kala itu) Wisma Nusantara berlantai 29. Di air mancur depan HI dibangun Patung Selamat Datang yang kini menjadi pusat kegiatan aksi dan demo serta Patung Pemuda di Senayan.
BACA JUGA: Rumah Tempat Soekarno-Hatta Bacakan Teks Proklamasi Ternyata Sudah Rata dengan Tanah
Sementara rencana membangun Soekarno Tower yang ambisius dan merupakan menara tertinggi di Ancol tidak terwujud. Soekarno keburu hengkang dan keadaan ekonomi tidak mendukungnya.
Soekarno juga musnahkan Trem….

Soekarno Hapus Trem dari Jakarta
Trem bagi Bung Karno dianggap terlalu mengingatkan masa kejayaan Hindia Belanda. Dia menginginkan sebuah transportasi dalam tanah (metro) sebagai ganti trem. Seperti layaknya kereta-kereta bawah tanah di negeri maju. Bahkan, dia tidak memedulikan permintaan wali kota Sudiro agar jangan seluruhnya jaringan trem dibongkar.
Wali kota dari PNI ini minta dipertahankan jaringan Jatinegara – Senen yang padat penumpang. Sementara penggantinya, Gubernur Sumarno menyatakan siap membangun kereta bawah tanah dengan membongkar Stasiun Senen.
Namun ketika trem dihapuskan angkutan umum seperti bus dan oplet tidak dapat menampung penumpang yang makin memadati Ibu Kota. Trem Jakarta merupakan peninggalan Batavia Verkeer Maatchappij (BVM) yang pada 1954 menyerahkan seluruh asetnya pada Pemda DKI.
.
BACA JUGA: Jembatan Keramat di Kramat Kwitang, Trem Uap di Pasar Senen
Jakarta pada masa demokrasi terpimpin adalah kota yang sibuk. Selain AG, setahun kemudian (1963) diselenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) guna menyaingi Komite Olimpiade Internasional. Tamu-tamu asing, termasuk kepala pemerintahan terutama dari negara sosialis banyak berdatangan, dan Soekarno ingin membanggakan Jakarta sebagai kota perjaungan kekuatan NEFO (New Emerging Forces – kekuatan negara-negara anti-Nekolim).
Koningsplein (rakyat menyebutnya Lapangan Gambir) oleh Soekarno telah dirancang menjadi Monumen Nasional (Monas), sebuah tugu yang melambangkan perjuangan rakyat Indonesia dalam membebaskan diri dalam penjajahan. Namun ketika Soekarno merancang Monas, lapangan yang luasnya 100 hektar ini dipenuhi berbagai lapangan dan bangunan.
BACA JUGA: Kemarahan Soekarno Memuncak: Separuh Kekayaan Singapura Berasal dari Kerja Keras Rakyat Sumatra
Lapangan IKADA (Ikatan Atletik Djakarta) yang pada tahun 1950-an menghasilkan pemain-pemain bola terkenal, dihancurkan. Untuk kemudian digantikan dengan Senayan.
Terdapat pula sebuah gedung pertemuan umum dan bioskop Deca Park yang juga harus disingkirkan. Di sini juga terdapat Gedung Pusat Telepon Gambir dan Press Club. Kantor Polisi Komisariat Jakarta Raya yang berdiri sejak masa Belanda dengan nama Hoopbiro dipindahkan ke Kodak Metro Jaya di Semanggi. Sejumlah lapangan bola dan hoki yang terletak di depan balai kota sekarang ini juga digusur.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Jin Kabur Dibacain Ayat Kursi, Setan Lari Dilempar Kursi, Setan Senayan Rebutan Kursi
Proyek Soekarno seperti Monas, Masjid Istiqlal, Gedung Conefo (kini DPR-MPR), dan Wisma Nusantara hanya dapat diselesaikan jauh setelah masa Soeharto berkuasa. Masjid Istiqlal baru selesai 1978, itu pun setelah Soekarno lengser.
.
TONTON VIDEO PILIHAN:
BACA JUGA: Tranformasi Republika: Dari UGC hingga Demokratisasi Konten
.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Download Lagu Gratis tanpa Ribet Pakai FreeMP3Downloders, Ini Caranya
> SssTikTok: Download Video TikTok Mudah dan Gratis tanpa Perlu Instal Aplikasi di HP
> Download GB WA (WhatsApp GB) Gratis Pakai Google Chrome: Banyak Update Fitur-Fitur Seru
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Y2Mate: Download MP3/Lagu Gratis dari YouTube, Aman, Mudah, Cepat tanpa Buang Waktu
> Link Download Minecraft PE 1.19.11 Terbaru: Update Desember 2022, Dijamin Legal
> Link dan Cara Download WhatsApp GB Versi Desember 2022: Gratis, Banyak Fitur Update Menarik
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
