
KURUSETRA — Salam Sedulur… Dalam lima tahun terakhir terjadi lonjakan kasus penyakit kelamin sifilis atau raja singa di Indonesia sebesar 70 persen. Kementerian Kesehatan menyebut penyakit sifilis meningkat tiap tahunnya di Indonesia, tetapi hanya 41 persen dari penderitanya yang menjalani perawatan.
"Untuk penyakit sifilis saja, dalam kurun waktu lima tahun terakhir terjadi peningkatan kasus sebesar hampir 70 persen," kata Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril. Ia mengatakan, pada 2016 ada 12 ribu kasus penyakit sifilis dan terus meningkat hampir mendekati 21 ribu kasus pada 2022. Menurutnya, salah satu penyebab peningkatan kasus adanya perilaku seks berisiko yang dilakukan orang tua, misalnya melalui seks oral atau seks anal.
BACA JUGA: Komika Plesetkan Surah Al-Kafirun, Teringat Jawaban Gus Dur Saat Dituduh Kafir: Syahadat Ulang Beres
.
Bicara kasus penyakit sifilis atau raja singa, sebenarnya penyakit ini sudah ada sejak era Hindia Belanda. Penyebaran penyakit mematikan tersebut karena wisata petik mangga yang biasa dilakukan pria hidung belang untuk memenuhi hasrat seksualnya bersama kupu-kupu malam.
Pada abad ke-19, komplek pelacuran terdapat di Glodok. Di sana pria-pria hidung belang yang menjadi pelanggan PSK yang open BO banyak yang terkena raja singa alias sipilis.
BACA JUGA: Karena Kurang Biaya, Pemerintah Hindia Belanda Batalkan Rencana Pemindahan Ibu Kota
Jika di dekat Stasiun Beos ada kompleks pelacuran kelas atas bernama Macao Po, di kawasan Glodok terdapat pelacuran kelas rendah bernama "Gang Mangga". Karena itu sakit ‘perempuan’ kala itu disebut ‘sakit mangga’.
Pada abad ke-19, sakit sipilis termasuk penyakit yang sulit disembuhkan karena saat itu belum ditemukan antibiotik. Penyakit itu mungkin bisa dikatakan seragam dengan AIDS/HIV sekarang ini yang sudah menginfeksi sekitar 130 ribu hingga 150 ribu orang di Indonesia yang 80 persen di antaranya usia produktif 15 – 29 tahun.
BACA JUGA: Mitos Orang Jawa Saat Gerhana, Ibu Hamil Wajib Sembunyi di Kolong Tempat Tidur
Kompleks pelacuran Gang Mangga ini kemudian tersaingi oleh rumah-rumah bordir yang didirikan orang Cina yang disebut soehian. Lokalisasi ini ditutup pada awal abad ke-20 karena sering terjadi keributan.

Main di Planet Senen
Meski ditutup karena persaingan usaha, kata "soehian" tetap melekat dan menjadi bahasa baru dalam dialek Betawi yang artinya sial. "Dasar suwean (sialan)," bunyi umpatan yang sering dilontarkan orang Betawi.
Setelah penyerahan kedaulatan, kompleks pelacuran terdapat di berbagai tempat di Jakarta. Seperti Gang Hauber di Petojo yang terdiri dari Gang Hauber I, II, dan III yang oleh Wali Kota Sudiro pada pertengahan 1950-an diganti Gang Sadar. Meski namanya sudah berganti, toh nyatanya banyak PSK dan laki-laki hidung belang tidak sadar-sadar karena sampai awal 1980-an masih beroperasi.
BACA JUGA: Jembatan Keramat di Kramat Kwitang, Trem Uap di Pasar Senen
Di Sawah Besar terdapat kompleks pelacuran Kaligot, mengambil nama sandiwara Prancis Aligot yang pada 1930-an manggung di Batavia. Sedangkan, di daerah Senen terdapat kompleks pelacuran Planet.
Nama planet ini diambil ketika terjadi persaingan antara AS dan Uni Soviet untuk meluncurkan sputnik ke Plannet pada 1960-an. Atau tempat pelacuran Malvinas di Bekasi yang menjulang saat terjadi perang antara Inggris dan Argentina memperebutkan kepulauan Malvinas (Folkland) di tahun 1980-an.
BACA JUGA: Musnahnya Bangunan Tempo Dulu di Pasar Senen
Di Planet Senen, pelacuran kelas bawah ini berlangsung di gerbong-gerbong kereta api antara Stasiun Senen hingga Jl Tanah Nyonya (Gunung Sahari) yang panjangnya beberapa ratus meter. Selain itu, operasi juga ngamar di rumah-rumah kardus dekat rel kereta api.
Tempat pelacuran yang tiap hari didatangi ribuan orang ini dibersihkan pada masa Gubernur Ali Sadikin (1971). Pekerja seksnya dipindahkan ke Kramat Tunggak, Jakarta Utara. Sebelum ditertibkan Bang Ali, di sekitar Senen dari depan bioskop Rivoli di Palputi hingga depan Bioskop Grand (Kramat) ratusan becak berseliweran dengan muatan para pelacur.
BACA JUGA: Gara-Gara Orang Ini Kita Dapat THR Lebaran, Begini Sejarah Tunjangan Hari Raya
Hiburan bergengsi di Jakarta baru dimulai pada masa Ali Sadikin. Dipelopori tokoh perfilman Usmar Ismail yang mendirikan klub malam Mirasa Sky Club di puncak Gedung Sarinah di Jl Thamrin. Setelah ini berjamuran puluhan klab malam, panti pijat, diskotek, pub, salon, dan lokalisasi liar muncul di Jakarta.
Striptease yang sebelumnya hanya bisa dinikmati di Singapura hadir pula di panggung Jakarta. Sebelumnya Jakarta sempat dijuluki The Big Village atau kampung besar.
.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam
> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!
> GP Ansor Bantah Anggota Banser Lecehkan Tsamara Amany: Fotonya Dicatut
> Humor Gus Dur: Pastor Lega Dikira Gak Jadi Diterkam Harimau, Ternyata Harimaunya Lagi Baca Doa Makan
> Sempat Tantang Novel Bamukmin Duel, Denny Siregar: Gak Jadi Deh, Gw Males Bulan Puasa Berantem
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
