Dari Mana dan Sejak Kapan Ganja Ada di Indonesia?

Tanaman ganja yang dimanfaatkan untuk ritual, pengobatan, hingga jadi penyedap rasa. Foto: Republika
Tanaman ganja yang dimanfaatkan untuk ritual, pengobatan, hingga jadi penyedap rasa. Foto: Republika

KURUSETRA — Salam Sedulur.. Kabar mengejutkan datang dari industri hiburan korea setelah aktor Yoo Ah In, ditangkap polisi karena diduga penggunaan propofol dan positif ganja. Yoo Ah In diamankan di Bandara Incheon pada 5 Februari sepulang dari Amerika Serikat. Polisi menemukan kandungan ganja di hasil tes urine Yoo Ah In. Bicara ganja, sebenarnya sejak kapan tanaman ini masuk ke Indonesia?

Tidak ada yang tahu pasti kapan ganja masuk ke Indonesia. Salah satu teori menyebut ganja sudah digunakan untuk kepentingan ritual dan pengobatan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Dalam Kamus Sejarah Indonesia dijelaskan, ganja berasal dari Laut Kaspia dan sudah ada di Jawa pada abad ke-10.

BACA JUGA: Mengapa Gus Dur Ubah Nama Irian Jaya Pemberian Soekarno Jadi Papua?

Namun, belum ada informasi akurat tentang daerah asal ganja dan bagaimana penyebarannya di Nusantara. Meski begitu, Pemerintah Indonesia melarang peredaran ganja. Tanaman ganja teramasuk semua tanaman genus-genus Cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis dikategorikan narkotika golongan I (satu) dan ilegal di wilayah hukum Indonesia.

Teori lainnya menyebut ganja dibawa pedagang dan pelaut Gujarat dari India ke Aceh sekitar abad ke-14. Tanaman ini dibawa pedagang Gujarat sebagai salah alat tukar dalam perdagangan, di mana ganja ditukar dengan tanaman palawija yang ada di Nusantara, seperti kopi, lada, hingga cengkeh. Tak hanya Aceh, pedagang Gujarat juga membawa ganja ke timur Nusantara, seperti Maluku yang memang kaya akan rempah-rempah.

BACA JUGA: iPhone, Sepeda, Tas Branded Wajib Dilaporkan di SPT Pajak Tahunan

Dalam manuskrip kitab kuno Tajul Muluk di Aceh, ganja tertulis dalam bab pengobatan. Selain untuk kepentingan ritual, ganja juga dimanfaatkan masyarakat Aceh untuk pertanian, bahan makanan, dan pengobatan. Dalam manuskrip tersebut disebut ganja menjadi obat kencing manis alias diabetes.

Tak hanya sebagai bahan pengobatan, di Aceh disebutkan ganja dipakai untuk penyedap rasa makanan dan penambah nasfu makan. Di bidang pertanian, ganja dimanfaatkan untuk campuran kopi. Tanaman ganja juga dipercaya mampu mengusir hama, sehingga banyak yang percaya menanam ganja di pinggir ara persawahan untuk mengusir serangga atau hama.

BACA JUGA: Apa Itu Earthquake Lights, Kilat Biru yang Muncul Saat Gempa Turki

Di Maluku, termasuk Ambon, ganja juga dimanfaatkan untuk ritual dan pengobatan. Ahli botani Jerman-Belanda, G. E. Rumphius pada 1741 dalam buku berjudul Herbarium Amboinense menyebut ganja digunakan masyarakat Maluku untuk kepentingan ritual dan pengobatan dengan cara dihisap untuk menimbulkan trans saat bermediasi.

Dalam penggunaan candu dan zat psikoatif sudah ada sejak zaman purba. Kebiasaan madat juga ternyata dikenal sejak lama di Pulau Jawa, di mana sejumlah kerajaan-kerajaan di Jawa disebutkan menggunakan ganja sebagai bagian dari ritual.

BACA JUGA: Preman-Preman dan Bandar Narkoba Kelas Teri Ditangkap, Kok Bandar Utama tak Tersentuh?

Ganja ikut serta dalam bagian sejarah kerajaan-kerajan di Indonesia. Konon Ken Arok menggunakan ganja sebelum membunuh Mpu Gandring dan Kebo Ijo diberi ganja sebelum membunuh Tunggul Ametung.

Di era Kolonial, pulau Jawa pernah menjadi daerah pengguna madat terbesar di dunia…


 Tanaman ganja yang dimanfaatkan untuk ritual, pengobatan, hingga jadi penyedap rasa. Foto: Republika
Tanaman ganja yang dimanfaatkan untuk ritual, pengobatan, hingga jadi penyedap rasa. Foto: Republika

GANJA ERA KOLONIAL

Di era kolonial, Jawa bahkan pernah menjadi daerah pengguna madat terbesar di dunia. China disebut sebagai salah satu wilayah yang memasok candu ke Nusantara.

Hingga Pemerintah Hindia Belanda melarang peredaran ganja di Hindia Belanda pada 1927. Di Indonesia ganja digolongkan narkotika golongan satu menurut perundang-undangan yang berlaku sejak 1976 berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976. Saat ini, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 dijadikan pedoman hukum yang masih berlaku sampai sekarang.

BACA JUGA: Sebelum Citayam Fashion Week Viral, Kampung Citayam Sudah Terkenal Sejak Zaman Kolonial

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Jika perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman tersebut beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimum, yakni Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

BACA JUGA: Imlek di Era Kolonial, Soekarno, Hingga Pelarangan di era Soeharto

.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.