Pangeran Alibasah dari Cirebon Kobarkan Perang Lawan Tuan Tanah Zalim di Tambun Hingga Citayam

Gedung Juang 45 Tambun. Salah rumah peninggalan seorang tuan tanah di Tambun. Foto: Republika.
Gedung Juang 45 Tambun. Salah rumah peninggalan seorang tuan tanah di Tambun. Foto: Republika.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Pada zaman Belanda, Tambun merupakan salah satu desa dari sekian banyak tanah partikelir yang bertebaran di Bekasi, Jawa Barat. Penduduk Bekasi yang kini berjumlah lebih dari dua juta jiwa, pada tahun 1868 diperkirakanu hanya 70 ribu jiwa terdiri dari 68 ribu pribumi, 4.601 Cina, 25 Arab dan 11 Belanda.

Kebanyakan pribumi yang berdiam di Bekasi bukan penduduk asli. Mereka mulai didatangkan dari Cirebon sejak 1823-1824, ketika dua orang pengusaha membuka pabrik gula di Karang Cengok. Pemilik tanah partikelir di Tambun adalah seorang Cina.

BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula

Seperti halnya di semua tanah partikelir, di Tambun para petani tidak jarang mengalami tindakan tidak adil dari pihak tuan tanah. Kerbau penduduk sering dicuri tuan tanah dan dimasukkan ke dalam kandangnya sendiri di Kedung Gedeh untuk dijual.

Selain itu, pemerasan tidak jarang dilakukan dan penduduk yang tidak dapat membayar utangnya pada saatnya terpaksa harus melepaskan kerbaunya. Praktek lain yang meresahkan penduduk adalah contingenten semacam pajak panen yang selalu dipungut melebihi ketentuan. Malah tidak jarang sekitar 50 persen dari hasil panen menjadi milik tuan tanah.

BACA JUGA: Demi Uang Perjaka Batavia Tergoda Janda-Janda Pejabat Belanda, Orang China Sewa PSK di Mangga Dua

Namun sumber perjuangan melawan para tuan tanah zalim bukan di Tambun, tapi di Citayem, Depok, Jawa Barat, dan berkaitan dengan upaya merebut tanah-tanah partikelir dari para tuan tanah. Pemimpinnya adalah seorang petualang yang dikenal dengan nama Bapak Rama, berasal dari Cirebon dan lama berdiam di Leuwicatang.

Dalam pandangan Bapak Rama, tanah-tanah partikelir… baca di halaman selanjutnya…


Dalam pandangan Bapak Rama yang akrab disapa Pangeran Alibasah, tanah-tanah partikelir antara Sungai Citarum dan Sungai Cisadane sesungguhnya adalah milik penduduk, bukan milik para tuan tanah. Pendapat itu muncul ketika ia bertemu dengan seorang petani bernama Arpan, yang yakin terhadap kebenaran pesan almarhum ayahnya bahwa ia adalah pemillik sah tanah Cipamanggis, yang terletak di antara kedua sungai tersebut.

Berdasarkan cerita Arpan, gagasan untuk merebut tanah partikelir antara Citarum dan Cisadane makin menjadi tekad Bapak Rama. Dia ingin membebaskan tanah itu dari Belanda dan tuan tanah.

BACA JUGA: Download Lagu Gratis dari Video Youtube Jadi MP3 Pakai MP3 Juice: Mudah dan Cepat

Gagasan untuk melakukan gerakan pembebasan tanah partikelir itu makin meluap-luap di hatinya, ketika ia pindah ke Kampung Ratujaya di Citayam, selatan Depok. Rama mengajak sejumlah petani untuk merebut tanah-tanah partikelir antara Citarum – Cisadane.

Dia dan seorang kawannya lantas pergi ke Solo pada 1863 untuk bertemu dengan Sultan yang dikatakan mengetahui selak beluk tanah tersebut. Sekembali dari Solo, dia memutuskan untuk mengadakan serangan.

BACA JUGA: Gara-Gara Bongkar Trik Kesaktian Dukun Palsu, Marcel Pesulap Merah Konflik dengan Gus Samsudin

Pengumuman disampaikan saat ibu mertuanya mengawinkan putrinya di kediaman Bapak Rama di Ratujaya, Depok. Pada saat itu pembagian tanah yang akan direbut telah ditentukan pula.

Baca tulisan selanjutnya di bagian kedua.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.