Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara Atasi Banjir di Jakarta, Alirkan Air ke Laut

KURUSETRA — Salam Sedulur… Puluhan abad lalu tepatnya abad ke-7, Jakarta berada di bawah pemerintahan Kerajaan Tarumanegara yang beragama Hindu. Seperti yang tertera pada Prasasti Tugu (kini disimpan di Museum Sejarah DKI Jakarta), untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya, Raja Purnawarman menggali Kali Chandrabagha (kini menjadi Kali Bekasi) dan Kali Gomati (Kali Mati – Tangerang) sepanjang 12 km.

Untuk menjalankan pekerjaan tersebut, sang raja telah menyembelih seribu ekor sapi. Para sejarawan memperkirakan, bila satu ekor sapi dagingnya dimakan untuk 100 orang, maka jumlah penduduk di sekitar kawasan itu pada 14 abad yang lalu sudah mencapai ratusan ribu jiwa.

Ketika melakukan penggalian tersebut, kebijakan pemukiman didasarkan pada prinsip keseimbangan ekologi. Karena itu, rawa-rawa di pedalaman oleh sang raja boleh diuruk untuk pemukiman. Maka muncullah nama-nama kampung seperti Rawa Bangke di Jatinegara dan Rawa Anjing di Banten. Tetapi, rawa-rawa di pantai oleh raja dilarang untuk diuruk karena merupakan kawasan resapan air.

BACA JUGA: Banjir Darah di Batavia Usai Tentara VOC Bantai 10 Ribu Orang China dari Balita Hingga Manula

Sayangnya, ratusan hektar kawasan hutan lindung dan resapan air di Kapuk Muara, yang pada masa Kerajaan Tarumanegara dilindungi, kini disulap menjadi hutan belantara beton, berupa real estate, mal, kondominium, dan sebangsanya. Akibatnya, ekologi Jakarta rusak dan makin parah sejak dibukanya Pluit dan Muara Karang menjadi pemukiman merah. Padahal, semula merupakan daerah resapan air.

Tidak heran kalau jalan tol Cengkareng kini langganan banjir. Terutama pada banjir lima tahun lalu (2002) yang keganasannya hampir sama dengan banjir sekarang ini. Parahnya lagi, beberapa kawasan resapan air di Jakarta Selatan kini juga berubah fungsi.

BACA JUGA: Banjir Jakarta Warisan 66 Gubernur Jenderal Hindia Belanda


Sungai Candrabhaga digali oleh Punawarman yang dalam Prasasti Tugu digambarkan memiliki lengan kuat dan besar. Sungai itu mengalir ke laut. Punawarman juga memerintahkan menggali kali yang diberi nama Gomanti.

Prasasti itu diperkirakan ditulis pada abad ke-5, yaitu pada tahun ke-22 pemerintahan Raja Purnawarman. Kali Gomati digali atas perintah dari Purnawarman.

Pekerjaan itu berlangsung selama 21 hari. Saluran galian diketahui memiliki panjang 6.122 tumbak sebaaai satuan ukuran tanah. Dalam lingkungan budaya Sunda, 1 tumbak sama dengan 14 m². Sebutan lainnya di Jawa untuk tumbak adalah ubin atau bata. Ruas sungai Gomati yang digali adalah 6.122 tumbak artinya ruas yang digali adalah 6.122 x 14 m² sama dengan 85.708 m².

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.