Meski Soeharto Wajibkan Pentaran P-4, Korupsi Tetap Merajalela

Pancasila dirumuskan di Gedung Pancasila yang kini bagian dari Kementerian Luar Negeri. Foto: IST.
Pancasila dirumuskan di Gedung Pancasila yang kini bagian dari Kementerian Luar Negeri. Foto: IST.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Gedung Pancasila kini merupakan bagian dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Di gedung inilah Bung Karno pada 1 Juni 1945 di masa pemerintahan Jepang mengucapkan pidato ‘Lahirnya Pancasila’, di hadapan Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang kemudian menjadi Dasar Negara RI.

Di gedung bersejarah ini pulalah, pada 22 Juni 1945 lahir UUD 1945, termasuk Piagam Jakarta berisi: ”Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya 18 Agustus 1945 di gedung ini melantik Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil presiden.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Kiai Nyoba Motor Baru Tapi Nabrak karena Ngeremnya Pakai Kaki

Ketika diabadikan fotograper Woodbury & Page pada 1870-an, gedung yang terletak di Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, kala itu bernama Hertog Park (Taman Adipati). Untuk mengenang Hertog Bernhard, seorang keturunan Jerman yang pada 1849-1851 menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata di Hindia Belanda. Ia berasal dari keluarga ningrat Jerman.

Komunitas Jerman di Hindia Belanda merupakan koloni asing terbesar kedua dengan jumlah sekitar 8.000 jiwa. Ada empat gubernur jenderal di Hindia Belanda keturunan Jerman. Yang terkenal Van Imhoff, yang kediamannya masih kita dapati di Jl Kalibesar Barat, yang kini dikenal sebagai ‘Toko Merah’.

BACA JUGA: Di Depan Toko Merah Belanda Bantai Balita Sampai Lansia Keturunan China

Akibat banyaknya warga Jerman, pada tahun 1874 di Batavia dibuka konsulat jenderal Jerman, yang gedungnya sekarang milik Kedubes AS dan dipakai untuk kantor penerangan Amerika (USIS). Di samping lima konsulat, masing-masing di Medan, Padang, Surabaya, Semarang dan Makassar.


Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto.

Pada 1940 banyak orang Jerman di Indonesia ditahan dan dikirim dengan kapal ke India. Sebagai akibat kemarahan pihak Belanda karena negaranya ditaklukkan oleh Nazi.

Salah satu dari kapal itu yang bernama ‘Imhoff’ terkena bom torpedo Jepang dan tenggelam. Sebanyak 411 orang Jerman meninggal dalam peristiwa itu. Mungkin Jepang tidak tahu kapal Belanda ini berisi para tawanan Jerman. Karena dalam Perang Dunia kedua, Jerman bersama Italia merupakan sekutu Jepang.

BACA JUGA: Hari Tanpa Tembakau, Cak Nun: Larang Tembakau Aku Adukan ke Penciptanya, Tuhan Engkau Diharamkan

Ketika diabadikan 1870-an, gedung yang dibangun awal 1830-an dengan gaya klasisisme ini merupakan kawasan elite khusus untuk warga Belanda. Terlihat di depannya penuh dengan bunga dan berbagai pepohonan lainnya. Di sebelah kanan terlihat sebuah gedung yang pernah ditempati oleh Departemen Kehakiman dan terakhir menjadi gedung BP-7.

Pada masa Pak Harto, rakyat khususnya para pegawai negeri diwajibkan untuk mengikuti penataran P-4, yang dimaksudkan agar mereka lebih memperdalam Pancasila dan UUD. Termasuk kesetiaan kepada negara, meskipun kenyataannya korupsi terjadi di mana-mana.

Penataran P4 kemudian dihapus setelah reformasi. Sedangkan gedung Kemenlu yang terletak di bagian kiri gedung Pancasila, kala itu belum berdiri.

BACA JUGA: Humor: Habib Umar Ditegur Dokter Kalau Merokok Nanti Mati, Dijawab Tenang Saja Saya Bawa Korek


Ketika Markas Komandan Militar Hindia Belanda dipindahkan ke Bandung, di gedung Pancasila itu pada 1918 menjadi tempat kegiatan sidang-sidang Volkstraad (Dewan Rakyat) semacam DPR bentukan Belanda. Salah satu anggotanya adalah Mohammad Husni Thamrin, putra Betawi kelahiran Sawah Besar.

Anak wedana dan dari keluarga kaya raya ini sangat vokal dalam membela nasib yang menyangkut rakyat kecil. Di Volkstraad yang anggotanya banyak warga Belanda, Thamrin sangat vokal dalam membela Bung Karno, ketika presiden pertama ini ditangkap dan kemudian diasingkan ke Ende.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Lap Gelas Pakai Celana Dalam, Aduk Kopi Pakai Sikat Gigi

Jalan Pejambon, yang berdekatan dengan Lapangan Banteng dan kini berdiri gedung-gedung megah, pada abad ke-17 pernah menjadi tempat penggilingan tebu milik warga Tionghoa. Ketika itu, Batavia dengan penuh gairah menjadi salah satu pusat perkebunan tebu di tanah air.

Bahkan sampai awal abad ke-20, Oey Tiong Ham menjadi konglomerat pertama di Asia karena penghasilannya sebagai eksportir gula. Kini, Indonesia bukan saja mengimpor gula, tapi harganya akhir-akhir ini meroket dengan tajam. Yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
>
Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.