
KURUSETRA — Salam Sedulur… Prof Ahmad Syafii Maarif meninggal dunia pada Jumat, 27 Mei 2022. Pria kelahiran Sumatra Barat yang mendapatkan gelar Buya itu adalah seorang ulama dan cendekiawan Indonesia dan pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah serta Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) dan pendiri Maarif Institute. Selain Prof Syafii Maarif, sejumlah ulama juga mendapatkan gelar Buya sebagai tanda penghormata. Lantas bagaimana asal usul gelar Buya?
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016) dalam KBB Daring menjelaskan, Buya atau Abuya adalah kata sapaan kekeluargaan untuk orang tua laki-laki, sama dengan sapaan "ayah". Kata ini berasal dari bahasa Arab yang bermakna "ayahku", dengan kata dasar "abun" dan "ya".
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Takut Buka Mulut di Era Soeharto, Orang Indonesia Pilih Periksa Gigi di Singapura
Di Sumatra, khususnya Minangkabau, gelar ini dapat pula merujuk kepada orang yang alim dalam ilmu agama. Seseorang dipanggil "Buya" terutama disebabkan pemahamannya yang mendalam terkait pengetahuan agama.
Dalam buku Kiai Nyentrik Membela Pemerintah karya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dituliskan, istilah Buya kerap diasosiasikan dengan kiai di Jawa. Namun, posisi Buya di Minang tidak sesakral kiai.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Sowan ke Istana, Kiai se-Indonesia Malah Bahas Keangkeran Istana Presiden

Di Jawa seorang santri sangat takut kepada kiainya. Bahkan ketika kiai menjelaskan kitab, sangat jarang ditemukan santri yang mau mengkritik kiainya.
Dalam etnografi penggunaan istilah Buya masuk dalam sosiologi linguistik. Ketika seseorang mengucapkan Buya berarti asalnya untuk mengucapkan panggilan bapakku.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Sowan ke Istana, Kiai se-Indonesia Malah Bahas Keangkeran Istana Presiden
Buya berasal dari bahasa Arab yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia. Karena itu, seseorang yang pergi belajar ke negeri Arab, ketika pulang ke Tanah Air akan mendapatkan gelar Buya karena dianggap berilmu.
Masyarakat biasa tidak berani menggunakan gelar tersebut karena dianggap sakral dan hanya berhak digunakan oleh orang-orang yang berilmu tinggi.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja
> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
