Orang Belanda Percaya Rokok dan Arak adalah Obat Mujarab Segala Penyakit

Rokok. Warga Belanda dan Eropa yang tinggal di Batavia pada abad ke-17 percaya arak dan rokok adalah obat mujarab menangkal penyakit.
Rokok. Warga Belanda dan Eropa yang tinggal di Batavia pada abad ke-17 percaya arak dan rokok adalah obat mujarab menangkal penyakit.

CERITA ABAH: Artikel ini adalah warisan berupa tuturan dari sejarawan sekaligus wartawan senior (Almarhum) Alwi Shahab kepada kami dan kami tulis ulang. Selamat Menikmati.

KURUSETRA — Salam Sedulur… Sejauh ini, belum ada catatan apakah pada abad ke-16 saat ekspedisi Portugal dan Belanda berdatangan ke Nusantara mereka memperkenalkan rokok. Juga tidak ada catatan apakah pada masa Jayakarta masyarakat sudah mengenal yang satu ini. Yang pasti, pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 ketika Batavia menjadi kota menakutkan akibat banyaknya kematian, mereka justru menjaga kekebalan tubuhnya dengan merokok.

Kalau sekarang merokok dianggap musuh nomor wahid, kala itu untuk menghindari penyakit justru para warga Belanda di Batavia khususnya para kelas satu, melakukan pencegahan terhadap penyakit dengan minum arak atau cerutu kasar yang diproduksi di kota ini. Mereka tidak segan-segan menghabiskan uang untuk minum arak dan merokok cerutu.

BACA JUGA: Humor: Habib Umar Ditegur Dokter Kalau Merokok Nanti Mati, Dijawab Tenang Saja Saya Bawa Korek

Kalau saat ini jumlah perokok terus meningkat tajam, pada tahun-tahun 1930-an sampai 1950-an seperti diceritakan H Irwan Sjafi’ie, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) jumlahnya masih jarang. Ini berkaitan dengan kondisi ekonomi dan keyakinan agama.

Kala itu, pabrik-pabrik rokok lebih banyak memproduksi rokok klobot, atau rokok terbungkus daun jagung. Menjelang 1950’an, fungsi daun jagung sebagai pembungkus diganti kertas. Setiap pak rokok yang umumnya berisi 5 batang, dibungkus dengan kertas minyak, atau kertas koran. Kemudian pembungkusnya diberi cap pabrik yang memproduksinya.

BACA JUGA: Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab


Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), masyarakat hanya mengenal dua merk rokok; Siraho dan Koa. Lainnya adalah rokok produk tradisional yang dijual secara ketengan. Di masa peperangan saat hidup rakyat kembang-kempis, banyak yang tidak mampu beli rokok bungkusan.

Untuk penghematan, rakyat umumnya mengisap rokok kawung yang terbuat dari daun nira. Tembakaunya dalam bentuk lempengan. Perokok mencubit tembakau dan melintingnya dengan daun kawung.

BACA JUGA: Gus Baha: Yang Mengharamkan Sebut Rokok Itu Kencingnya Setan

Kala itu, di kampung-kampung banyak penjual tembakau dalam toples besar. Sedangkan ibu rumah tangga memilih makan sirih, atau nyisik. Ada belasan jenis tembakau lempengan yang dijual di kios-kios khusus tembakau.

Pada era rokok kaung ini di kenal istilah lopa-lopa, atau tempat menyimpan daun kaung yang telah diberi tembakau. Lopa-lopa terbuat dari kaleng, atau tikar pandan halus, sebesar dompet.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Rokok Memendekkan Umur, Tapi Kalo Gak Merokok Besok Saya Bisa Mati


Kalau sekarang pemerintah sangat mengkhawatirkan semakin meningkatnya muda-mudi yang merokok, dulu yang terjadi justru sebaliknya. Seperti dikemukakan Irwan Sjafi’ie, dulu para pemuda jarang merokok. Apalagi wanita, hampir tidak ada sama sekali.

Wanita yang merokok konotasinya sangat tercela. Apalagi kalau gadis. Tidak ada laki-laki yang memilih gadis perokok sebagai istri.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Di Pesantren Santri Dilarang Merokok, Kalau Kiai Boleh

Para orang tua dengan keras melarang putranya merokok. Lebih-lebih bila mereka belum bisa cari duit. Kalau sekarang orang merokok di dalam bus, dan di tempat-tempat umum, dulu mereka tidak mau merokok di depan orang tua atau orang yang dihormati karena sangat tidak sopan.

Selain itu, masih minimnya perokok juga disebabkan ajaran Islam yang mengatakan merokok adalah makruh, atau perbuatan sia-sia. Bagi orang Betawi, yang dianggap makruh enggan mereka kerjakan. Bahkan banyak yang berpendapat merokok itu haram. Tidak heran, kalau para ulama atau kiai tempo doeloe, tidak ada yang merokok.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: Rokok Memendekkan Umur, Tapi Kalo Gak Merokok Besok Saya Bisa Mati

Kala itu, rokok Jinggo buatan pabrik Noyorono dari Kudus boleh dibilang pelopor industri rokok kretek di tanah air. Sekalipun sudah hampir seabad, pabrik rokok ini masih berproduksi.

Di kala itu, mengisap rokok Jinggo dianggap orang berduit. Padahal harga per bungkus isi 20 batang hanya tiga sen, dan satu sen enam batang. Sekarang, Jinggo boleh dibilang rokok paling murah.

BACA JUGA: Ustadz Khalid Basalamah: Haram Hukumnya Bekerja di Perusahaan Rokok


Dulu, rokok bukan merupakan kebutuhan primer. Tidak ada istilah: ”Lebih baik kagak makan dari kagak ngerokok.”

Kalau sekarang penjual rokok bisa didapati di tiap tempat, tidak demikian masa lalu. ”Dulu saya beli rokok dari kediaman di Kampung Duku (Setiabudi – Jakarta Selatan), ke Pasar Manggis (Pasar Rumput – Manggarau). Orang Karet Tengsin dulu beli rokok ke pasar Tanah Abang yang jaraknya sekitar 2 – 3 km,” kata bang Haji.

BACA JUGA: Humor Gus Dur: No Smoking Artinya Nahdatoel Oelama Merokok

Sampai 1960-an, rokok luar negeri masih merupakan barang mewah. Rokok merek Abdullah, Player, Lucky Strike, Triple Five, kita harus mau bersusah payah membelinya di Pasar Baru atau Glodok. Kemudian banyak dijual di dekat bioskop Menteng kala itu.

Pembelinya bukan sembarangan karena harganya mahal. Mereka adalah orang-orang berdoku alias tajir kata orang Arab, alias borju sebutan prokem untuk orang kaya.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
>
Humor Gus Dur: Romo Ledek Kiai Dilarang Makan Daging Babi, Kiai Balas Romo Kok Gak Boleh Menikah

> Operasi Petrus Berantas Begal dan Preman: Mayat Dikarungin dan Mengambang di Sungai

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Humor Gus Dur: Orang Jepang Sombong Mati Kutu di Depan Sopir Taksi

> Rektor ITK Singgung Manusia Gurun, Teringat Humor Gus Dur Tentang Unta Hewan Gurun yang Pendendam

> Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.