
KURUSETRA — Salam Sedulur… Ketua PP Muhammadiyah Prof Syafiq A Mughni membuka percakapan soal Muhammadiyah yang dinilai semakin kekurangan kiai. Padahal, sejak didirikan pada tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, tokoh-tokoh Muhammadiyah pada periode awal, baik di pusat maupun daerah, juga kiai.
"Secara berturut-turut PP Muhammadiyah diketuai oleh kiai, sejak Ahmad Dahlan sampai Azhar Basyir, yang wafat tahun 1994," tulis Prof Syafiq Mughni dalam akun Twitternya @SyafiqAMughni.
BACA JUGA: Humor Gus: Cinta Sejati Seperti Tarawih Mampu Bertahan Sampai 23 Rakaat, Tapi Mas Saya Muhammadiyah
Ia berkata, ada kesan yang semakin kuat menurunnya jumlah kiai di Muhammadiyah, apabila dilihat dalam kepemimpinan organisasi maupun pengelolaan amal usaha. Seperti perguruan tinggi, sekolah dasar dan menengah, rumah sakit, dan panti sosial.
Kecilnya jumlah kiai dalam Muhammadiyah, kata Prof Syafiq disebabkan oleh tiga faktor, pertama Muhammadiyah tidak memiliki banyak pesantren tradisional, kedua kiai lebih mudah tumbuh dalam masyarakat tradisional. "Ketiga modernitas yang dianut oleh Muhammadiyah juga menyebabkan tidak banyak yang berniat untuk menjadi kiai," kata Prof Syafiq.
BACA JUGA: Mengapa Orang Muhammadiyah tidak Tahlilan?
Ia menjelaskan, pertama kita mengetahui pesantren tradisional merupakan lembaga pendidikan yang secara intensif mengajarkan kitab-kitab kuning sekaligus mengajarkan ilmu-ilmu untuk bisa menguasai kitab tersebut. Penguasaan terhadap kitab kuning merupakan faktor penting dalam diri seorang kiai.
Pesantren-pesantren modern yang dimiliki Muhammadiyah secara umum menekankan penguasaan ilmu-ilmu agama yang aplikatif tanpa menjadikan kitab kuning sebagai rujukan utama. "Pesantren tradisional juga merupakan tempat di mana kiai memiliki akar yang sangat kokoh," kata dia.
BACA JUGA: Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

Kedua, kedudukan seseorang lebih ditentukan sejak lahir (ascribed status). Seseorang yang berdarah “hijau” (keturunan kiai) punya chance lebih besar untuk menjadi kiai dibanding orang lain. Sebaliknya, dalam masyarakat modern kedudukan seseorang ditentukan oleh prestasinya (achieved status).
"Dengan demikian, modernitas yang selama ini menjadi ciri pemikiran dan sikap sosial Muhammadiyah telah membuat ladang yang gersang bagi tumbuhnya kiai," ujar dia.
BACA JUGA: Gara-Gara Pak AR, Ratusan Orang NU Sholat Tarawih Cara Muhammadiyah
Ketiga, anak cucu kiai Muhammadiyah tidak serta-merta diistimewakan. Tidak banyak orang berdatangan untuk minta berkah kepada kiai Muhammadiyah. "Egalitarianisme menyebabkan kedudukan kiai dalam Muhammadiyah tidak lagi istimewa," tutur dia.
Dengan demikian dapat disimpulkan memang terjadi penurunan kuantitas kiai dalam Muhammadiyah dan itu berimplikasi hilangnya dominasi kiai dalam kepemimpinan. Kiai menurut Prof Syafiq, menjadi barang langka dalam Muhammadiyah. "Sekalipun demikian, tidak berarti bahwa kuantitas ulama juga menurun," kata dia.
BACA JUGA: Humor Gus Dur: Perbedaan Muhammadiyah-NU, Muhammadiyah Ajarannya Merujuk ke Rasulullah, NU Ya Sama
Lalu apa bedanya kiai dengan ulama? Kiai adalah konsep antropologis. Seseorang menjadi kiai karena komunitasnya menyebutnya demikian. Jika seseorang itu berada di luar komunitasnya sangat mungkin tak seorang pun mengakuinya sebagai kiai.
"Yang terpenting adalah pengakuan masyarakat, sedangkan keilmuan dan kepemimpinan adalah persoalan kedua," kata dia mengakhiri utasnya.
BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU
> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama
> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab
> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan
> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.
