Bung Hatta Mungkin Satu-satunya Pria Indonesia yang Jadikan Buku Sebagai Mas Kawin

Mohammad Hatta dan Rahmi menikah di Megamendung, Bogor, pada 18 November 1945. Hatta memberikan buku tulisannya sendiri berjudul Alam Pikiran Yunani, sebagai mas kawin. - (IST)
Mohammad Hatta dan Rahmi menikah di Megamendung, Bogor, pada 18 November 1945. Hatta memberikan buku tulisannya sendiri berjudul Alam Pikiran Yunani, sebagai mas kawin. – (IST)

KURUSETRA — Salam Sedulur… Lembaran catatan sejarah Indonesia menuliskan sejumlah tokoh Indonesia amat rakus terhadap buku. Sebut saja Mohammad Natsir sang Perdana Menteri kelima Republik Indonesia sekaligus pemimpin Partai Masyumi yang amat senang membaca dan sangat peduli akan pendidikan.

Disitat dari buku Natsir Politik Santun di Antara Dua Rezim keluaran Tempo (2011), Natsir cukup beruntung karena menjadi pribumi yang mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Ia masuk sekolah Algemene Middelbare School (AMS) –sekolah elite setingkat SMA– pada 1927 di Bandung.

Tiga bulan pertama di AMS adalah ujian berat bagi dia karena selalu diejek tak fasih berbicara bahasa Belanda. Tak patah arang, ia pun melecut diri belajar setiap hari.

BACA JUGA : Saat Negara-Negara di Dunia Bangkrut, Kelaparan Melanda Hindia Belanda

Di sekolah ia melahap buku-buku berbahasa Belanda di perpustakaan Gedung Sate sembari memberanikan diri melafalkannya. Sore dan malam ia belajar bahasa latin. Membaca menjadikannya kritis hingga membukakan jalan bersama sejumlah tokoh melawan penjajahan.


Atau kita bisa belajar dari cintanya Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta terhadap pendidikan. Saking jatuh hatinya kepada pendidikan dan literasi, Hatta membawa 8.000 koleksi bukunya dengan 14 peti saat kembali dari Belanda. Hatta mengamalkan ilmunya dan mewakafkan dirinya untuk perjuangan Indonesia.

Kecintaan Bapak Koperasi Indonesia itu terhadap buku yang patut diteladani generasi muda adalah pemikiran buku membuatnya bebas. Hatta tak lepas dari buku, bahkan saat mempersunting istrinya, buku ia jadikan sebagai mas kawin.

Putri Bung Hatta, Halida Hatta mengungkapkan ayahnya menularkan kecintaannya terhadap membaca kepada keluarganya. Saban pekan, Bung Hatta selalu memberikan anak-anaknya buku. Tak jarang cerita Halida, Hatta membacakan buku dalam bahas Belanda dan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.

BACA JUGA: Wasiat Terakhir Sukarno: Minta Kesediaan HAMKA Imami Sholat Jenazahku

"Jadi membaca itu juga memerlukan mencerna. Ketika ingin mencerna seperti apa, kami bertanya kepada ayah dan ibu sehingga komunikasi dalam keluarga terjalin," kata Halida dalam talkshow Internalisasi Pemikiran Bung Hatta yang mengangkat tema "Dengan Literasi Membangun Negeri", Kamis (12/8). Talkshow yang diselenggarakan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta di Bukitinggi ini digelar bersamaan dengan perayaan hari lahir Bung Hatta yang jatuh pada 12 Agustus.

"Ketika membaca," putri ketiga Bung Hatta itu menambahkan, "imajinasi kami makin berkembang."


Menurut Halida, membangun kegemaran membaca di generasi muda bisa dilakukan melalui keluarga dan sekolah. Karena itu ia mengajak guru dan orang tua kreatif membangun kecintaan anak-anak terhadap buku sejak dini.

Salah satu caranya menurut Halida anak-anak bisa distimulasi menggambar lalu minta mereka menceritakan gambar tersebut dan menulisnya. "Jadi bermain dan berimajinasi dengan buku," ucap dia.

Duta Baca Indonesia Gol A Gong menilai, minat baca masyarakat Indonesia tidak seburuk yang sering disebut dalam survei internasional. Sang Proklamator, Mohammad Hatta memberikan keteladanan betapa kecintaan kepada buku membawanya kepada kesuksesan. Bahkan menurutnya, Bung Hatta berhasil menancapkan tonggak sejarah literasi bangsa melalui pemberian mas kawin berupa buku.

BACA JUGA: Cerita Soeharto Marah Jawab Pertanyaan Wartawan Soal Biaya Rumah: Duitnya Mbahmu

"Bung Hatta menginspirasi banyak orang, ini semacam tonggak bahwa literasi di Indonesia tidak seburuk yang mereka sangkakan. Karena founding father sudah mencontohkan, bagaimana mereka menegakkan tonggak literasi," kata Gol A Gong.

Gol A Gong bahkan mengusulkan agar perayaan Hari Lahir Bung Hatta dilakukan dengan pendekatan kekinian agar bisa menyentuh generasi Z. "Literasi di Indonesia hanya perlu bergaya sedikit, bagaimana masa lalu dan masa kini dikolaborasikan," kata dia.

Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Muhammad Syarif Bando, menyatakan internalisasi pemikiran Bung Hatta harus diterapkan masyarakat. Ia pun berhadap generasi muda Indonesia bisa meniru nasionalisme para pejuang kemerdekaan yang berjuang untuk bangsa, tetapi tetap mencintai buku.

"Sebagaimana kita tahu, ketika Bung Hatta kembali dari Belanda, beliau membawa kurang lebih 14 peti buku ukuran 1 x 1 meter, tingginya 1 meter. Tentu saja ini adalah bagian dari kecintaan Bung Hatta kepada buku," kata dia.

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
>
Kiai Tampar Anggota Banser: Kiai Gak Dijaga Malah Gereja yang Dijaga!

> GP Ansor Bantah Anggota Banser Lecehkan Tsamara Amany: Fotonya Dicatut

> Humor Gus Dur: Pastor Lega Dikira Gak Jadi Diterkam Harimau, Ternyata Harimaunya Lagi Baca Doa Makan

> Sempat Tantang Novel Bamukmin Duel, Denny Siregar: Gak Jadi Deh, Gw Males Bulan Puasa Berantem

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.